• Home
  • About
Powered by Blogger.

A Dreamer

Pic from Pinterest
Hahaha… pengen ketawa, tapi yang keluar malah air mata. Oh ya ada kabar baik dan kabar buruk di minggu ini, kabar buruknya I decided to make all of my writings private, so automatically my friends cannot read the blogpost and leave a comment here anymore, sorry guys.

I don’t know why, but when I realize that I’m not the only one, who can read anything here, there’s a feeling that I cannot explain about, ngerasa privasi saya udah dilanggar aja gitu, karena mostly tulisan-tulisan di sini kan isinya curhat menye-menye ya, jadi ketika ada orang lain yang baca dan komen berasa aneh aja gitu. Absurd bener gue emang.

Soalnya dulu sebelum punya blog saya juga suka ngomong sendiri di handphone sambil direkam, saya ngomong apa aja, kadang pakai bahasa Inggris yang belepotan, kadang ngomel-ngomel nggak jelas, sesuka aing lah gitu. Jadi, rasanya itu mirip-miriplah ketika rekaman itu didengerin orang lain, saya kan nggak nyaman, hehe. Emang nggak gahol lu Sov.

Awalnya saya udah berusaha enjoy sih “Nggak papa lah Sov” tapi lama-lama jadi “Wah apa-apa nih Sov” hahaha. Dan kabar baiknya, setelah membuat blog ini private, perasaan saya berasa lega aja gitu, berasa di rumah nggak ada orang, enjoy, bisa guling-guling dari ruang tamu ke dapur, tanpa takut ada yang negur, tanpa takut dibilang nggak sopan, ya suka-suka sayalah intinya. Emang gue nggak cocok jadi terkenal, muehehehe. Sekarang aja saya lagi goyang Dumang nih, saking bebasnya.

Well, minggu ini tu berasa nano-nano tahu nggak, perasaan saya campur aduk, pokoknya mood saya kacau bangetlah. Pertama, beberapa minggu ini saya empty, saking nggak tahu harus bereaksi seperti apa, karena si mamak tiba-tiba dirawat di rumah sakit dan ini adalah pertama kalinya mamak sakit sampai dirawat kayak gini, yang membuat saya kacau adalah beberapa hari sebelumnya mamak nelfon bilang kangen sama saya.

Sumpah kemaren itu saya lansung nangis dan mengutuk diri sendiri karena merasa bersalah, for me membuat mamak kangen adalah sesuatu yang nggak bisa saya maafkan, saya ngerasa kurang ajar aja gitu. Ditambah lagi dua hari setelahnya kakak saya yang di Sumbar tiba-tiba chat bilang si mamak dirawat di RS.

Alhamdulillah-nya minggu kemaren mamak udah bisa pulang saya seneng banget, karena jujur pikiran saya sempat kemana-mana karena sempat drop banget, makasih ya Allah akhirnya mamak bisa sembuh lagi. Kemudian minggu-minggu ini saya juga sering nangis, karna berantem sama si kakak. Saya nggak ngerti lagi musti ngapain saking frustasinya.

Sampai akhirnya saya sadar, ternyata saya nggak cocok tinggal sama keluarga, I hate being control by someone dalam artian kata nggak merdeka sama pilihan sendiri gitu, saya benci didefinisiin ini itu sama seseorang yang nggak tahu saya sebenarnya, kata-kata bullshit kayak “You may know me, but you have no idea about who really I’m” itu beneran ada tahu nggak.

Saya sadar, dua belas tahun terbiasa hidup sendiri, lalu tiba-tiba balik lagi pulang berkumpul dengan keluarga dan mematuhi aturan-aturan mereka, membuat saya nyaris kehilangan diri sendiri, mungkin karena selama ini saya sudah terbiasa hidup dengan gaya dan aturan sendiri, terbiasa sebagai pemegang mutlak akan pilihan-pilihan yang saya buat, jadi tanpa sadar saya jadi egois gitu nggak sih? Tapi, bagi saya, sayalah yang paling paham dengan apa yang saya butuhkan, sayalah yang paling mengerti kenapa saya berbuat ini, kenapa saya berbuat itu. 

Saya berharap banget bisa keluar dari situasi ini secepatnya and find the missing me again, nggak enak banget hidup kayak gini ya Allah. Mungkin juga selama ini saya udah mindset bahwa rumah itu sebagai tempat liburan bukan sebagai tempat menjalani hidup.

Oh ya, karena lama di rumah dan melihat kakak saya mengurus hal segalanya termasuk anak mereka saya jadi aneh-aneh lagi kayak mikir “Is marriage really necessary?” dan saya juga mikir anak itu distraksi? Ya Allah kejam banget ya gue mikir gitu?

Huftt…entahlah, kan udah dibilang semuanya campur aduk, hidup di tahun 2020 nih, roller coaster banget tahu nggak. Saya cuman bisa berdoa sama Allah semoga semua ini cepat berlalu dan soon saya bisa dapat kerja dan menata ulang mimpi dan menjalankan semua planning yang sudah menggantung di kepala.

Kemudian di penutup tulisan ini, saya mau nyanyiin lagunya Beat Avenue dulu, nggak, nggak gais, judulnya bukan Fight Song, kayak judul postingan ini, saya pun nggak tahu kenapa milih judul postingannya begitu, padahal nggak nyambung sama isinya. Aah yasudah lah. Heyo! Are you guys ready? Tangannya di atas and Akang Gendang musiiiikkk…… yiiihaaa!

…. And global pandemic took over my life and put out some music that nobody liked, so, I got really sad and bored at the same time and that’s why I’m like… Yooo sebelah sana mana suaranya? 

Lowkey fuck 2020, still sad, still ain’t got no money. I ain’t got a watch up on my wrist, I just got some shit I gotta fix.

Semuanyaaa…Lowkey fuck 2020, I don’t know about everybody else, but I think that I’m kinda done, can we just get to 2021? (Please).*ngos-ngosan*.

Is not one hundred percent fucked up, tho. Cause we know in life there’s positive, there’s negative, there’s North, there’s South, there’s Kim Jong Un, there’s Mon Jae In, yagitu-gitulah intinya and for the last, I do believe guys, that we can get through into this, so keep going. Alaaah nggak bisa banget sih, ngasih kata-kata semangat, tapi I really meant it and berharap di waktu yang bersamaan. Kayaknya segini dulu deh gais, see ya!

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Enggak, nggak saya nggak bakal bahas apa-apa di sini, saya cuman mau bilang makasih atas apresiasinya entah siapapun yang pernah baca dan komen tulisan saya di blog ini.

So, guys thank you atas kata-kata positifnya selama main di sini, karena kayaknya dengan berat hati blog ini bakal saya tutup, since saya nggak nyaman mengetahui bahwa nggak cuman saya yang bisa baca bacotan-bacotan nggak guna saya di sini. Idiiih lemah banget ya gue, padahal kan cita-citanya pengen jadi the next Najwa Shihab, tapi baru dikomenin blognya paling banyak tujuh orang aja, gue udah jiper duluan, hahaha. Yaudah deh, gue emang nggak cocok tampil di layar kayaknya.

Sebenarnya hal ini udah saya pikirin dari lama sih, karena ada sedihnya juga sebab blog ini yang mengenalkan saya pada orang-orang baik di luar sana kayak mba Eno, mbaa I’m so lucky to know you dan Lia juga thank you atas komenan-komenannya yang manis Liii, even kita baru kenal, but I like you. Makasih semuanyaaaa.


Share
Tweet
Pin
Share
6 comments

Pic from Pinterest

So, here we go guys, I’m genuinely curious of this: what do you think about someone who really bad at replying a text? 

Sebenarnya pertanyaan ini udah lama banget muncul di kepala saya, since ada seorang teman yang bilang bahwa saya cuek dan sombong, karena nggak balasin chat dia di WhatsApp. Jujur, saya tidak sering chattingan di WA kalaupun ada hanya dengan orang-orang tertentu saja, dengan kata lain saya hanya connect sama orang-orang yang otaknya juga sengklek kayak saya.

Even dengan sahabat lain pun jarang, palingan kalau lagi kangen aja sih. Tapi mereka nggak pernah protest tuh, bahkan si Tari pernah ngira saya nge-block nomor dia saking seringnya saya nggak balas chat dia. 

Dan diantara mereka yang paling paham sama diri saya yang suka banget menghilang ini, cuman Lilik deh kayaknya. Tahu kenapa? Karena kami sama cuy, hahaha.

Bahkan anehnya saat pengen curhat, Lilik bakalan tetap ngomong sendiri gitu aja, walau tahu saya lagi nggak aktif alias ceklis satu, yang penting ngomel aja dulu, nyampein unek-unek aja dulu, baru kemudian di penutup dia bakal kasih catatan kaki “Kalau udah aktif nggak usah dibalas, karena gue cuman pengen cerita aja”.

Tapi masalahnya sama teman-teman yang nggak terlalu dekat, bakal bilang saya sombong, bahkan sampai ada yang bilang “No response is also a response” apaansih? Padahal kalau dipikir-pikir saya nggak pernah tuh nggak balas chat mereka kalau butuh informasi.

Anehnya, sewaktu sidang ada salah satu teman yang rada tersinggung sama saya, gara-gara saya nggak upload foto selebrasi setelah ketok palu resmi sebagai sarjana. Emang itu penting banget ya? Dia mikir, saya kurang mengahargai partisipasinya dalam merayakan kelulusan sidang itu, padahal saya sudah bilang terima kasih secara lansung, dengan tulus.

Soalnya, kalau boleh jujur yang nggak terlalu bersosial media, saya buka Ig memang untuk entertain, memang lagi mau nengok sesuatu, emang lagi mau share sesuatu aja, karena saya pernah ngerasain dulu Instagram itu toxic karena beberapa hal.

Sampai akhirnya saya mikir segitu pentingnya kah basa-basi di social media, ngeselinnya gara-gara ini saya pernah disinisin dengan kalimat “Eh masih hidup? Kirain kemana gitu, karena udah nggak pernah lagi balas chat” meski dikatakan sambil tertawa haha hihi, tapi efeknya tetap huhu, alias bikin bad mood.

Masalahnya saya nggak pernah protes deh kayaknya sama orang yang nggak respon pesan saya, ya walau kesel kadang karena butuh informasi, eh tapi nggak kesel juga ding, cuman greget aja nunggu balesan, karena saya sadar, kalau emang saya yang butuh, hahaha.

Apalagi chat basa-basi, saya santai aja nggak pernah sampai tersinggung dan sinisin yang bersangkutan saat bertemu, nggak banget deh.

Saya juga beberapa kali dapat inbox di facebook, menanyakan hal yang serupa “Woy, did you block me?” atau “WA lu kok udah nggak aktif se-abad, lu ganti nomor ya?”. Ya menurut lo? Emang pada nggak tahu ya kalau di block-kan ceklisnya cuman satu, maksudnya kenapa sih pesannya mau banget di bales sama gue, hahaha (di lemparin panci).

Gara-gara kejadian ini, saya jadi mempertanyakan diri sendiri “Apa bener gue nggak sopan ya, makanya mereka tersinggung?” atau "Apa gue beneran sombong?” walaupun ada pemikiran macam ini, di lain sisi tetap saya membela diri kayak “Tapi kan isi chat-nya nggak penting” hahaha.

Oh, yah hal ini membuat saya iri sama mba Eno, karena kemarenan saya baca komenannya di postingan mba Phebie soal “Decluttering Social Media” di sana mba Eno bilang hape-nya sunyi, karena lebih prefer di hubungi lewat telpon di bandingin chat, sebenarnya menarik juga sih, sama kayak yang mba Phebie bilang, rare case banget, hahaha.

Pengen juga sih gitu, cuman masalahnya karena saya mengidap phone anxiety hal itu tidak bisa di terapkan, bisa-bisa jantung saya nggak sehat, karena dagdigdug mulu sepanjang waktu, ehe.

In the end, saya mau nanya gimana pendapat mu tentang seseorang yang jarang bales chat atau responnya lama gais, please let me know, see ya!

Share
Tweet
Pin
Share
6 comments

Pic from Pinterest

Saya menulis ini dengan hati pilu dan seperti ada bongkahan batu di dada saya, yang membuat saya susah bernafas.

Hari ini saya akan bercerita tentang seorang perempuan tangguh dari Timur Indonesia, seorang perempuan yang masa depannya direnggut paksa dari genggaman tangannya, seorang perempuan yang tidak pernah saya temui, tapi mampu memenuhi pikiran saya sepanjang hari.

Kalau kamu gais pernah membaca tulisan saya tentang Alexandria Ocasio Cortez, di sana saya pernah cerita bahwa saya suka sekali dengan sebuah akun yang bernama “Merawat Papua” saya benar-benar membaca semua cerita di postingan itu.

Jadi, meski tidak pernah bertemu, tapi saya seolah dekat dengan mereka, thanks to Paguru, melalui caption singkat itu dia bisa mengenalkan saya pada Alm.Jek, semoga kau tenang di sana Jek, Paskalis, Garvas, Aseng, Regina, Maria, Warfen, si tomboy Ofa yang tidak mau pakai rok, Bur, Kayya dan banyak anak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu.

Membaca cerita di sana selalu membuat perasaan saya menghangat atau sekedar tersenyum sambil menghapus ingus atau benar-benar menangis sedih. Ahh…sudah lah, saya tidak sanggup berkata-kata jika bicara tentang mereka.

Kali ini saya tidak tahan untuk menulis tentang Obale, perempuan tangguh yang di pecundangi nasib dan negara sendiri. Ya Allah saya sedih. Obale adalah salah satu murid di sana. Kata Paguru anaknya rajin dan jarang bolos.

Suatu hari, Obale izin pulang dengan meminta dua buku tulis, katanya dia ingin belajar di rumah, namun selang beberapa hari Obale tidak pernah kembali lagi, setelahnya beredar gossip kalau si Obale balik ke dusun karena diperkosa pace di sana saat mabuk.

Saya tidak heran dengan budaya mabuk orang Timur, karena selain tahu dari Paguru saya sering mendengar Abdur Arsyad seorang komika dari Larantuka yang mengangkat keresahannya ini saat stand up, “Pakai baju nanti saja, yang penting minum tuak dulu” hal ini lumayan sering ia angkat sebagai materi ketika stand up di atas panggung.

Tidak, saya tidak akan membahas budaya minum tuak di sini, saya mau berbicara tentang kebencian saya terhadap budaya menikahkan korban dengan pemerkosanya, ya Allah hati saya pilu membayangkannya. Obale yang belum masuk SMA menikah dengan pace pemerkosanya dan dia dijadikan isteri ketiga. Dan sungguh ini bukan kasus pertama, sudah entah berapa puluh Obale di luar sana yang juga mengalami hal serupa, sungguh sebagai perempuan hati saya selalu teriris menyaksikan hal-hal seperti ini.

Sebaik apa kita sampai berbuat kejam seperti ini dianggap sebuah pemakluman? Manusia bajingan siapa yang pertama kali mencarikan solusi menjijikan macam ini? Oh, saya paham sih kenapa budaya ini melekat erat pada masyarakatnya sekarang, karena setelah di pikir-pikir lagi negaranya saja tidak peduli, pura-pura tidak tahu, suka ngeles ini, itu, alasannya suka berubah-ubah kayak abege labil yang ketahuan selingkuh.

Meski sepenuh hati saya berdoa supaya Obale baik-baik saja dan bisa bahagia nantinya, namun sisi lain dari diri saya selalu berteriak bagian mana yang baik-baik saja dari menjadi korban pemerkosaan, menikah dini dengan pemerkosa yang sudah mempunyai dua isteri, dan tidak tamat belajar baca tulis? Apanya yang akan baik-baik saja?

Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan hanyalah menulis ini, memberi tahu pada orang-orang di luar sana, bahwa ada sisi kelam dari negeri ini yang tidak diketahui banyak orang, saya sangat sadar bahwa merubah ini semua tidaklah mudah, di Asmat sendiri sudah berapa puluh anak-anak menikah dini dan mirisnya rata-rata dari mereka masih buta huruf.

Eh, tahu tidak kalau kios-kios penjual makanan di sana seriiiing banget ngibulin para pace dan mace dengan menjual bahan makanan yang sudah kadaluarsa atau dengan mengurangi timbangan beras mereka dan tidak ada yang protes, bagaimana mau protes kalau mereka tidak tahu sekilo itu berapa, bagaimana mau protes kalau mereka saja buta aksara.

Tapi sshtt….tolong jangan bilang siapa-siapa ya, karena Paguru su pesan sa supaya tra kasih tahu orang lain, karena malas ribut-ribut dengan penjaga kios tersebut, karena Paguru pernah dimarahi tukang kios di sana “Tidak usah ajar-ajar dorang. Dong selama ini buta huruf, tra tau baca, tra tau berhitung, apalagi timbang menimbang, ko diam saja”.

Sebenarnya setelah insiden keji yang menimpa Obale, dia sempat ingin balik lagi ke rumah belajar, tapi tidak jadi, karena dia malu. Saya paham, karena perasaan macam ini sering menimpa korban, merasa malu, hina, banyak lagi.

Saya tidak tahu berapa kali saya sudah menghela nafas ketika menulis ini, sungguh saya speechless, tapi otak saya tidak mau diam begitu saja, saya harus menuliskannya, sekedar informasi saja bahwa anak-anak perempuan di Asmat lumrahnya menikah di usia 10-15 tahun dan masih buta huruf.

Data ini valid dikutip dari Komnas HAM Perempuan dan KPAI dan biasaya mereka yang menikah di usia 10 tahun akan mempunyai anak 5 ketika berusia 16, dengan kata lain mereka mempunyai anak setiap tahun dan saya tidak pernah tahu apa langkah pemerintah menanggapi hal ini.

Hari ini Obale yang harus putus sekolah tahun-tahun lalu ada Maria yang masih berusia 16 tahun, dan masih ada beberapa anak lagi yang saya lupa nama mereka, bahkan ada yang bunuh diri karena menolak menikah dini. Belum lagi masalah buta huruf, pada tahun 2020 Kemendikbud melaporkan 21,9% masyarakat di Papua adalah buta aksara, karena masalah ini tak banyak masyarakat di sana yang ditipu tukang kios, kepala kampung, bahkan pemerintah mereka sendiri.

Ada cerita yang menyayat hati tentang Aseng, saudaranya Garvas. Anak ini tidak mau belajar baca tulis dengan dalih, tukang angkat barang di pelabuhan tidak perlu bisa baca tulis. Suatu hari dia dengan semangat mendatangi Paguru dan minta diajarkan membaca, ketika ditanya kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran dia menjawab ingin menjadi kepala kampung. 
Namun, selang beberapa hari setelah itu, dia sudah malas-malasan lagi ketika ditanya kenapa malas lagi dia menjawab “Sa tra mau lagi jadi kepala kampung, dong suka tipu masyarakat” membaca kisah ini saya bingung harus tertawa atau sedih.

Saya tidak tahu sudah sejauh mana usaha pemerintah mencegah hal ini, karena setahu saya dulu sempat ada program dari Kemendikbud untuk memberantas masalah ini, semoga saja dananya tidak dikorupsi dan masalah pendidikan ini, saya juga pernah dengar Mamat Alkatiri komika dari Fak-fak yang kurang setuju dengan pembangunan jalan tol di trans Papua, saya lupa di acara apa, tapi dia pernah berteriak “Kami tidak butuh jalan tol, kirimkan saja guru-guru ke Papua”.

Kedepannya saya berharap tidak ada lagi Obale selanjutnya di Asmat, walau saya sangsi. Semoga makin baik pendidikan dan fasilitas kesehatan di negeri ini, semoga tidak ada lagi kesenjangan hak antara sesama warga negara, dan yang paling penting tidak ada lagi pemerkosaan dan pernikahan dini di pedalaman Indonesia.

Sebagai penutup saya akan menceritakan ulang tulisan Paguru di hari kemerdekaan beberapa tahun lalu, bahwa salah satu anak datang kehadapannya dengan membawa replika bendera merah putih dan berkata “Paguru, selamat! Merdeka”.

Tahu tidak bahwa dia murni mengatakan itu untuk Paguru, karena dia beranggapan Papua dan Indonesia beda negara, “Yang sa bilang selamat merdeka itu ko, sa tidak, karena sa orang Papua” begitu jauhnya pengetahuan anak Papua tentang Indonesia, sebenarnya yang dia bilang tidak salah sih karena hey! “YANG MERDEKA ITU KO, SA TIDAK”.


Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
Pic from Pinterest

elain membuat kepala panas dan ingin meledak, tak dapat dipungkiri bahwa Corona juga mengajarkan kita banyak hal, menyadarkan saya tepatnya, bahwa hal-hal kecil yang dulu nggak jadi bahan perhatian ternyata di butuhkan, nggak papa lah setidaknya Corona mengajarkan saya arti menghargai, hadeeh.. mellow banget sih ini pembukaan, haha.

Well, ngomongin Corona pasti nggak jauh-jauh dari cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, dan di rumah aja. Jadi, karena himbauan di rumah aja ini, banyak banget orang-orang yang lebih memilih mempelajari banyak hal secara otodidak, baru kemudian dipraktekan sendiri, untuk menghindari keluar rumah.

Potong rambut contohnya. Sekarang banyak banget para perempuan yang mantengin youtube, untuk tahu bagaimana cara memotong rambut yang baik dan benar, entah itu buat motong rambut sendiri, suami atau anak. Bahkan mba Najwa Shihab aja motong rambutnya sendiri, demi menghindari penularan virus ini.

Nah, soal potong rambut ini, pembahasannya pasti nggak jauh-jauh dari salon, believe or not, saya nggak pernah motong rambut di salon, hehehe. Alasannya, karena saya punya hairdresser sendiri dong, walau nggak profesional-profesional amat, namun hasilnya patut diacungi jempol.

Semasa sekolah yang motongin rambut saya adalah si kakak, dia hobi banget main sama gunting dan rambut orang, alhasil kalau ada yang pengen potong rambut di rumah, tinggal teriakin nama dia aja, haha. Lumayan lah, menghemat pengeluaran keluarga.

Kakak saya ini doyan banget main gunting-gunting dari esempe, asiknya kita juga bisa request lho mau potongan yang kayak gimana, tapi jangan yang ribet-ribet juga, ya sadar sendirilah, kalau dia bukan salon. Kalau ingat-ingat masa itu lucu sih, jadi suka senyum-senyum sendiri ngebayangin dulu dia ngomel-ngomel, karena saya nggak bisa diam, soalnya tiap bentar selalu bilang “Jangan kependekan lho ya” atau “Ini beneran kayak gitu motongnya kan” nggak bersyukur emang, udah dipotongin banyak bacot pula.

Pas sekolah esempe dan esema saya jarang potong rambut, karena rambutnya panjang sepinggang, jadi nggak perlu digaya-gayain lah, palingan cuman dirapiin doang ujungnya, jadi nggak butuh salon, karena bisa dilakuin sendiri sama si mamak saat pulang kampung. Namun beda cerita sama kuliah, rambut yang dulu sepinggang lansung saya babat habis sampai sebahu, alasannya karena Riau panas cuy, nggak kayak Sumbar.

Dulu, sempat mau ke salon mau potong rambut lebih pendek lagi karena masih panas, nah saat itu saya masih semester satu jadi saat tanya-tanya sama senior di mana tempat potong rambut yang tidak mengecewakan sama senior, tiba-tiba Tari sahabat saya, yang saat itu tentu saja masih belum, mengajukan diri buat motongin rambut saya, awalnya sempat ragu sih, tapi karena tampangnya meyakinkan, yaudah saya cus.

Lucky me, ternyata beneran lho hasil potongan dia bagus, saya suka. Ditambah lagi reaksi senior yang juga bilang bagus, “Jadi potong rambut dek? Di salon mana? Bagus lho” hahaha senangnya dapat pengganti kakak saya, saat itu.

Ternyata, setelah ditanya-tanya kenapa si Tari bisa jago motong rambut adalah karena dia pernah kecewa sama hasil potongan rambut mba,-mba di salon, jadi karena sakit hati dan kecewa dia belajar sendiri biar bisa motong rambutnya sendiri sesuai gaya yang dia mau.

Tari beneran keren lho, soalnya dia bisa dengan lihat motong rambut sendiri di depan cermin, sesuai gaya yang dia mau. Saya lihat dia kayak gitu antara takjub dan kasihan, hahaha. Habisnya dia selalu motongin rambut saya, Lilik, dan beberapa member kos lainnya, sayangnya saat giliran dia, doi harus potong sendiri.

Rasanya punya personal hairdresser yang nggak professional-profesional amat itu, menyenangkan gais. Apalagi kalau sahabat sendiri, lebih nyaman, nggak perlu sungkan-sungkan, bedanya Tari dan si kakak itu, kalau Tari nggak ngomel-ngomel, tapi jahilnya kebangetan. Dia bisa aja nanti pura-pura panik dan bilang salah potong, padahal enggak ngeselin emang.

Biasanya, beberapa menit sebelum eksekusi saya udah googling cari model rambut pendek yang bagus, nanti tinggal tunjuk aja “Tar, gue mau modelan yang begini ya” hahaha, asik nggak tuh? Asik dong.

Sekarang saat Corona dan beberapa orang misuh-misuh karena nggak bisa ke salon buat motong rambut, saya jadi lansung ingat dia, beruntungnya dia dulu pernah dikecewakan sama mba-mba salon, jadinya kan dia punya skill sendiri yang berguna banget untuk beberapa orang, untuk saya paling utama.

Oke, kayaknya segitu dulu deh, pengalaman potong rambut saya sama hairdresser yang tidak professional. Lastly, I wanna say, Tar if you could read this rambut gue udah panjang lagi, hahaha.



Share
Tweet
Pin
Share
7 comments
Source: Etsy.com

Belakangan saya semakin nggak tahu mau nulis apa di sini, nggak ada yang menarik buat dibahas juga (sok-soan banget, haha). Sampai akhirnya tadi saya buka instagram mau nengok video dance anak Tiktok, hahaha. Kelihatan banget nggak ada kerjaan ya, nggak ding saya buka Ig mau nengok apa ya? Pokoknya ada deh stalkingin idola saya yang emang eksis banget di Instagram. Jadi, pas skrul-skrul saya jumpa postingan seorang teman yang nggak teman-teman amat, sayang tapi nggak sayang-sayang amat, ya gitu deh, pokoknya.

Pas baca caption-nya yang “What are you really good at?” saya jadi manggut-manggut gitu, kok pertanyaan ini ganggu banget ya dan saya jadi ikutan nanya sama diri sendiri “Emang gue bisa apa ya? Dan jawabannya adalah nggak ada. Atau belum ada kali ya. Soalnya kalau dipikir-pikir lagi dalam mengerjakan sesuatu sayanya pasti setengah-setengah, mungkin karena saya orangnya bosenan kali ya? *Aeelah ngeles mulu sih lu.

Jadi saya ingat banget dulu pernah belajar design Photoshop sama senior di kampus yang sampai sekarang nggak bisa-bisa. Terus saya juga belajar Inkscape kayak bikin foto orang jadi kartun gitu, saya lupa namanya apaan. Exited-nya di awal doang  haha, ibarat orang pacaran manisnya di awal aja, lama-lama ya tahu sendirilah, hehe.

Intinya kalau ditanya saya ahlinya di bidang apa? Maka dengan setengah hati saya akan jawab, jago ngimpi alias ngayal. Kenapa ngayal itu indah banget ya? Saya masih nggak tahu ahli dalam bidang apa, tapi tenang aja, saya nggak nyesal kok kuliah jurusan sekarang, walau nggak ahli tapi saya suka dan saya selalu ada tekat buat mengembangkan skill walaupun susah buat konsisten, haha.

Well, sewaktu belajar vector kemaren, wajah pertama yang saya jiplak biar jadi kartun itu adalah wajah sepupu saya, kebetulan kemaren itu kami lagi doyan chatting-an nggak tahu deh kenapa, soalnya diantara sepupu saya yang lain dia yang paling humble, karena kami hampir seumuran dan juga sepupu yang lain mah udah pada nikah, haha. Tapi tetap ramah kok yang lain, nggak tahu kenapa saudara si mamak baik-baik semua ihh, terutama si tante yang di Jakarta baiiiik banget. Seseorang yang selalu saya telpon diam-diam buat nanyain gimana cara masak ini, masak itu pas KKN, soalnya kalau nelpon si mamak bakal diomelin meski ujung-ujungnya tetap dikasih tahu, tapi mood masak udah hilang duluan.

Saya masih ingat semangat empat lima yang di awal doang dan nyuruh Ayu sepupu saya buat ngirimin fotonya, biar saya bisa cepat-cepat practice, haha. Setelah fokus beberapa jam, saya mulai ngeluh dan mikir yang iya-iya “Kayaknya jiwa seni gue nggak ada deh” yang mana sebenarnya itu alasan saya aja biar nggak kecewa-kecewa amat kalau hasilnya nggak sesuai sama ekspektasi. Dan ternyata itu benar karena hasilnya hancur banget haha. Malah si Ayu doyan banget mantau lagi. Sampai akhirnya saya bilang sama dia “Lu nggak usah berharap yang gimana-gimana ya Yu” hahaha.

Tapi, etapi si Ayu mah bisa bener bikin saya seneng, saat dikirimin vector gagalnya, kata-katanya so sweet banget, karena apresiasi itu saya jadi gagal pensiun dini main Inkscape-nya. Akhirnya saya mulai minta foto para member kos buat dijadiin bahan eksperimen. Kalau ada yang nanya kenapa nggak bikin foto sendiri, jawabannya karena saya hampir nggak pernah foto selfie, kalau pun ada hasilnya menggelikan sekali, haha maklum anak alay.

So, setelah beberapa kali percobaan dan saya tetap nggak bisa, maka dengan berat hati saya memutuskan untuk berhenti dengan kata lain saya malas, dasar pesimis emang. Sifat ini yang saya benci banget dari diri sendiri, sifat gampang bosan dan mudah menyerah, sama dulu suka underestimate kemampuan sendiri, even nggak punya kemampuan, haha. Eh, ngomongin kemampuan saya jadi ingat film favorite saya sepanjang masa, udah dari jaman bocah nontonin ini saya nggak pernah bosan, saking sukanya. Apalagi kalau bukan film Avatar the Legend of Aang, nulis ini jadi pengen nonton lagiiii. Nonton film ini saya jadi suka ngayal bisa ngendaliin api kayak prince Zuko, tapi kalau dipikir-pikir lagi dibandingin jadi firebender, airbender, earthbender atau waterbender saya lebih milih buat jadi pengendali diri sendiri, karena kayaknya lebih menjanjikan dari pengendali api, hahaha. Oke, gue emang random banget, bawaannya ngelantur mulu.

In the end, saya mau nyembah mereka-mereka yang keren banget dalam design, susah banget ternyata cuy. Mudah-mudahan nanti saya ada niat lagi buat belajar dan mudah-mudahan nggak gampang pesimis lagi. So, guys what are you really good at? You may answer it secretly, senyamannya aja, karena captionnya juga gitu, jawab senyamannya aja.

Oh ya, sebagai penutup biar saya kasih liat deh eksperimen gagal saya hahaha, hitung-hitung buat memotivasi bahwa segagal-gagalnya kamu ada lagi yang lebih gagal, rasanya pengen ngungsi aja ke Mars saking jauuuuhnya gambar ini sama foto asli. Makasih Ayuuu sepupuku buat nggak ngejatohin gue kemaren-kemaren. Ntar kalau udah sidang, gue bikinin deh yang lebih asoy dari ini, hahahah.



Foto Ayu yag gue bikin melenceng banget dari aslinya, hahaha.
Foto Tari yang gue bikin kayak mak Lampir

Sumpah gue nggak tau lagi deh mau komen apaan


Share
Tweet
Pin
Share
22 comments
Pic from Pinterest

Well, I actually have no specific thing to discuss and said, walau biasanya juga nggak, hahaha. Sebenarnya saya iri sama orang-orang yang blognya diisi sama informasi yang berguna buat para readers-nya, kayak suka ngulas buku atau review kuliner, nggak kayak gue yang curhat melulu, hehe. Maka dari itu, biar blog ini kelihatan informative, saya akan coba membagikan lagu-lagu yang biasa saya dengar sewaktu lagi di jalan, lagi galau atau lagi nge-babu di rumah. Terdengar informative dan bermanfaat sekali bukan? Haha.

Baiklah, di era Spotify and Joox ini, saya rasa semua orang selalu memutar applikasi ini untuk menemani hari-harinya biar nggak galau seharian di rumah, atau sekedar menikmati perjalanan saat berada di luar rumah. Begitupun dengan saya, saya juga punya beberapa lagu andalan yang selalu saya putar berdasarkan mood saya saat itu. Walaupun sebenarnya kamu nggak penasaran gais, tenang aja saya bakalan tetap ngasih tahu kok, haha. So, here it goes.

Heathens—Twenty One Pilots 

Dunno why, saya hobi banget mutar lagu ini pada saat di bandara, beberapa teman saya bilang kalau lagu ini tuh seram dan nggak cocok buat didengerin di situasi enjoy-enjoy, seperti yang saya lakukan di ruang tunggu bandara. Namun bagi saya tidak, bodo lah mau dicap aneh yang penting saya suka. Malah menurut saya lagu ini maknanya dalam, penuh satire gitu nggak sih, haha sok-soan. Pokoknya kalau udah duduk di ruang tunggu saya bakal ngeluarin headset dan mutar lagu ini sambil memperhatikan semua orang yang ada di sekitar saya, sambil angguk-angguk dan mulai mikir kok bisa-bisanya Twenty One Pilots punya ide buat bikin lagu ini. Saya rasa lagunya cocok banget di dengerin saat lagi di dalam bus, di dalam kereta atau ditengah-tengah keramaian. Lagu ini buat kamu jadi mikir “Hmm... iya juga ya”, karena setiap orang asing di sekitar kita pasti punya masalah sendiri yang kita nggak tahu. 

Trus saya juga mikir, rasanya ajaib aja kita bisa ngumpul antara sesama spesies kita yang lain dengan pikiran masing-masing yang nggak pernah kita tahu. Contohnya ketika saya duduk di ruang tunggu, saya suka nebak sendiri dia tahu nggak ya kalau sekarang dia lagi saya omongin dia dalam hati, atau bisa jadi kita saling ngomongin di dalam hati, haha. Manusia emang unik.

Just because we check the guns at the doors, doesn’t mean our brains will change from hand grenades. You will never know the psychopath sitting next to you. You’ll never know the murderer sitting next to you. You’ll think “How’d I get here, sitting next to you?” but after all I've said please don’t forget…

Beautiful People—Ed Sheeran

Sebenarnya saya nggak pernah mengkotak-kotakan musisi dan mengklaim bahwa saya fans berat si ini dan si itu, karena selama ini saya selalu menikmati music mereka, namun jika ada salah satu lagu yang rasanya “ngena” banget di hati, maka lagunya doang yang saya claim sebagai lagu favorite bukan musisinya. Eh, tapi pernah nggak sih kamu suka banget sama sebuah lagu, namun ketika lagunya udah famous, kamu jadi mendadak udah nggak suka lagi. Kayak mendadak kehilangan chemistry aja sama lagunya. Hal ini yang saya rasakan saat Photograph-nya Ed Sheeran mendadak booming. Nah, kalau lagu Beautiful People ini sering banget saya putar lewat headset ketika pulang dari Pekanbaru ke Padang, nggak tahu juga kenapa, kalau udah suka gitu ya, kita sulit mencari alasannya kenapa.

Di sini saya sukaaaa banget ketika Ed ngomong “LA”, hahaha. Terus liriknya juga saya banget, yang suka ngerasa aneh saat di kondangan dan acara resmi. Believe or not, saya nggak punya baju ke pesta. Saya nggak punya gamis batik formal ala-ala undangan pesta, gaun atau borkat-borkat, gue nggak punya satupun. Saya cuman punya kemeja kotak-kotak yang semuanya hampir sama coraknya cuman beda warna doang. Makanya setiap pergi pesta teman, saya selalu merasa salah kostum, saat semua orang pakai gaun, saya cuma punya kemeja dan kaos lengan panjang. Alasan yang buat saya males banget buat pergi ke kondangan, kalau bukan teman deket banget, saya lebih milih nggak datang. Jangan ditiru. Tapi kalau nggak nyaman nggak papa kok, yang penting itu diri kita dulu. Egois sekali Anda? Haha bodo lah.

We don’t fit in well, we are just are ourselves. I could use some help, getting out of this conversation yeah. You look stunning dear, so don’t ask that question here, this is my only fear that we become beautiful people.

Saya ngerasa lagu ini juga buat encourage orang-orang, bahwa its okay buat jadi diri sendiri, jangan sampai hanya karena nggak enak atau hanya buat diterima kita mengabaikan diri kita yang nggak nyaman akan hal itu, sampai akhirnya kita memutuskan buat ikutan jadi “Beautiful People” yang ternyata setelah ngikutin itu kita jadi kehilangan diri sendiri “Surrounded, but still alone” so, gais lets leave the party, that’s not who we are, we are not beautiful.

Forgotten Heroes—3rd Silhouette

Alasan saya menyukai lagu ini, hanya sebagai pengingat bagi diri saya sendiri, karena saya pernah mendengar beberapa kisah tentang orangtua yang terlupakan dan kesepian di usia senja mereka. Saya juga sering nonton berita tentang legenda “Ubasute” yang kembali tubuh subur. Kalau dulu orang Jepang harus capek-capek pergi ke jantung hutan Aokigahara, buat ngebuang orangtuanya, kalau jaman sekarang nggak perlu lagi, cukup tinggalin aja di perempatan jalan, di lampu merah, atau di rumah sendiri. Walau demi Allah, saya tidak akan pernah berbuat seperti itu, lirik lagunya hanya mengingatkan saya bahwa mengabari orangtua itu penting dan jangan buat mereka merasa kesepian hanya karena nggak ada kita di sampingnya. 

Smiles they fade because her daughter only visits once a month, since she got a family of her own, its keep the two apart. Used to have so many visitors but now the only one is the nurse that helps her move the chair to look out at the sun…..
Our heroes have been forgotten
Our heroes so brave and bold
Our heroes have been forgotten 
Our heroes oh they got old

Any Song—Zico

Saya tahu ini lagu sejuta Tiktokers, haha. Semenjak lagu ini viral, saya jadi hobi dengerin lagu ini pas lagi nyuci piring, nggak tahu kenapa asoy aja rasanya dan nyuci piring jadi lebih semangat. Mungkin sesuai kayak liriknya kali ya, karena kalau dilihat dari English translate-nya kayak nyuruh live life gitu. Just put any song on, anything fun. Just dance however you want, as if you’re just fine. Don’t wanna think about anything. I just wanna life for a moment cause I’m sick and tired of my everyday, keep it up, one more song. Lagu ini pandemi banget nggak sih, yang capek sama keseharian kita yang itu-itu aja. Jadi daripada stress lebih baik put any song on, and mulai nyuci piring, haha.

Piano dan Violin

Kalau lagi nulis sesuatu yang serius kayak skripsi, makalah, atau sesuatu yang menurut saya menyesakkan biasanya saya bakal dengerin music instrumental kayak piano atau biola. Biasanya saya dengerin musiknya Yiruma yang “River Flows in You”, again musiknya sejuta umat, haha. Tapi saya nggak peduli karena itu membantu otak saya buat nyusun kata-kata. Kalau masih mandeg biasanya saya dengerin piano cover dari Constantino Carrara yang “Something Just Like This” atau dengerin Violin cover-nya Daniel Jang yang selalu bikin saya meleleh, saya sukaaaaa banget dia. Apalagi cover “Dusk Till Down” beuh, keren banget, haha lebay.

Well, gais sekian dulu informasi kurang bermanfaat hari ini, semoga bisa diambil hikmahnya. Kalau kamu juga punya lagu favorite yang suka kamu dengerin di moment tertentu, please let me know guys, see ya!

Share
Tweet
Pin
Share
15 comments

Mungkin bagi penggemar berat Sam Claflin dan Emilia Clarke film drama romantis ini sudah tidak asing lagi bagi kamu, karena jujur, selain ingin mendengar british accent-nya salah satu alasan saya menonton film ini adalah Sam Claflin karena bukan penggemar Emilia Clarke, hehehe *ditampol fans Emilia.

Sebelumnya maaf banget gais, karena saya nulis ini bukan untuk review, tapi karena pengen nulis aja. Lagian saya nonton film-nya sudah dari kapan tahu, jadi menuliskan alurnya seadanya saja. So, jadi jangan berharap lebih sama postingan ini, karena saya nggak tahu apakah bisa menggambarkan atau tidak.

Me Before You ini, rilis pada tahun 2016 lalu, yang disutradarai oleh Thea Sharrock dan diproduseri oleh Karen Rosenfelt dan Alison Owen dengan lama durasi 110 menit. Film ini diangkat dari novel dengan judul yang sama karangan Jojo Moyes. Saran saya, kalau mau nonton film ini, baca dulu novelnya supaya dapat feel dan perbandingannya, karena kalau nonton filmnya dulu, pas nanti baca novelnya feelnya nggak terlalu dapat, alhasil halamannya bakal banyak di skip, hahaha. Pengalaman pribadi banget. 

Film ini dimulai dengan waktu pagi di mana William Traynor (Sam Claflin) mengalami kecelakaan pada saat hujan deras setelah sebelumnya menghabiskan waktu bersama sang kekasih, Alicia. Setelahnya,  cerita melompat ke beberapa tahun kemudian dengan menampilkan adegan seorang gadis penjaga kafe yang terpaksa di PHK oleh boss-nya karena masalah keuangan, yang membuat kafe terancam tutup. Louisa Clark (Emilia Clarke) yang tak lain adalah pelayan kafe yang di PHK mengalami galau kayak gue karena harus mencari pekerjaan lagi.

Disini diceritakan bahwa karakter Will dan Lou, itu bener-bener bertolak belakang. Will disebutkan sebagai seorang pengusaha kelas atas yang cenderung dingin dan ingin orang lain berprilaku sesuai standarnya, kalau bahasa Minangnya itu Ongeh, hahaha. Ishh.. kayaknya gue nggak bakat nge-review deh. Sedangkan Lou sendiri digambarkan sebagai seorang perempuan yang hidupnya lempeng-lempeng aja, ya seperti kerja, pulang, kerja lagi, pacaran, pulang, baru besoknya kerja lagi. Nggak ada liburan lintas negara, olahraga apalagi. Jauuuh banget sama kehidupan Will yang suka banget adventure dan bepergian ke banyak negara.

Namun, namanya hidup siapa yang tahu ya (kalimat andalan gue kalau nggak tahu lagi mau nulis apaan, hahaha), bahwa kecelakaan yang dialami Will membuat dia jadi lumpuh permanen dan menghabiskan waktunya di kursi roda selama dua tahun dan selalu dipantau oleh dokter pibadinya, Nathan. Sehingga bisa dikatakan kecelakaan itu menyebabkan Will kehilangan hidupnya. Saya bisa paham sih seberapa frustasinya Will dalam menjalani hidup, karena bagi seseorang yang sepenuh hidupnya hampir digunakan untuk bepergian, dan tiba-tiba lumpuh permanen, bagaikan seniman yang kehilangan tangannya.

Pada akhirnya, mereka berdua berhasil dipertemukan dengan Lou yang memutuskan untuk melamar pekerjaan menjadi penjaga Will. Bisa dikatakan Lou mengambil pekerjaan ini karena nggak tahan menganggur sedangkan kebutuhan keluarganya nggak bisa dipenuhi, jadi walaupun nggak ada basic, Lou tetap nekat ngelamar karena gaji yang ditawarkan terbilang tinggi. Ya, realistis lah, kalau orang kita bilang itu lagi beruntung karena nggak ada pengalaman kerja tapi tetap diterima.

Jujur, disini saya suka banget dengar mereka ngomong apalagi pas scene mereka berantem gara-gara Lou yang memperbaiki frame foto mantan Will, Alicia. Saya sukaaa banget dengar Sam Claflin bilang “…Go and raid on your grandma’s wardrobe or whatever you do if you’re not making tea” bahkan saat nulis ini aja, saya sambil komat-kamit niruin accent si Sam yang sampai “Suzana Beranak Dalam Kubur” season empat tayang pun saya masih belum bisa niruin. Sumpah ya, gara-gara dulu nonton Suzana saya jadi nggak pernah lagi mau nonton film horror, nih kalau film horror rugi besar karena saya nggak ikutan nonton, semuanya gara-gara Suzana. Kok gue jadi bahas Suzana sih? 

Oke, siapa sangka, justru pertengkaran inilah yang membuat Sam akhirnya mau membuka diri terhadap Lou, karena di perdebatan itu si Lou dengan blak-blakan bilang bahwa kalau bisa milih dia mah juga ogah kerja buat ngurusin si Will, dia ngelakuin itu karena terpaksa karena butuh uang. 

So, long story short, mereka jadi fit each other, jadi ngomongin banyak hal, bahkan pencapaian baru bagi Louisa bahwa Will mau diajak main keluar, nonton konser music orchestra di mana itu cita-cita gue bangeeeeet, haha. Kemudian mereka juga nonton pacuan kuda kayak Hayati dan Zainuddin, bahkan surprise-nya mereka pergi ke nikahan mantan Will. Ditambah lagi di scene ini mulai diputarnya lagu-lagu Ed Sheren sebagai soundtrack. Jujur, sebelumnya saya pikir film ini sama kayak drama romance menye-menye kebanyakan, di mana di pertengahan kita sudah bisa nebak sendiri endingnya gimana. Etapi, nggak kok, saya awalnya mikir ini juga drama happy ending yang ternyata enggak. Kebanyakan mikir sih, hehe.

Karena jika dilihat dari bagaimana kedekatan Will dan Lou yang mulai tumbuh benih-benih cinta saya mikirnya, Alaah, palingan nanti mereka akan memutuskan hidup bersama dengan dalih aku mencintaimu apa adanya. Basi. Hahaha. Ternyata bukan lho pemirsa, film ini cukup realistis dengan Will yang mempunyai prinsip dan wawasan yang luas dia nggak mau meneruskan hubungannya dengan Louisa, karena menganut sistem keadilan. Karena nggak adil bagi Will, jika Louisa memutuskan hidup bersama dia yang banyak minusnya saat itu.

Pilihan Will nggak bisa diganggu gugat lagi, cocoklah sama latar belakangnya yang seorang pebisnis, punya prinsip gitu lho. Di sini ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan Eutanasia di mana dia membayar dan menjadi member dari Dignitas sebuah organisasi bunuh diri berbantu yang ada di Swiss. Ini menarik sih, karena saya memang tahu bahwa Swiss terkenal dengan wisatawan bunuh dirinya dan yang paling banyak itu emang berasal dari negara Inggris. Dulu saya cuman tahu nama organisasinya Exit doang, Exit ini dari negara tetangga kita Australia, eh setelah nonton ini saya jadi tahu bahwa juga ada Dignitas ternyata.

Setelah, saya telusuri lebih jauh ternyata Dignitas lebih berkelas dari Exit, yak iyalah orang di-endorse sama Sam dan Emilia, haha. Jadi, begitulah endingnya gais, si Will memutuskan mati disuntik di Switzerland dengan ditemani Louisa Clark disisinya. Dan beruntungnya si Lou dia dapat tunjangan pendidikan dari sebagian harta si Will, enak banget deh dia. Endingnya rada mellow sih, di mana si Will nyuruh Lou membaca suratnya setelah sampai di Paris tempat Lou melanjutkan pendidikan dengan duduk di kafe kesukaan Will dulu, kalau dia sedang melakukan perjalanan bisnis atau liburan di Paris.

Saya terharu banget sama isi surat Will, terharu pengen dikuliahin gratis juga ke Paris, hahaha. Disurat itu kelihatan banget jiwa-jiwa orang berpendidikan dan berprinsipnya, cara dia buat nyemangatin Lou. Fix pas scene baca surat ini saya rada baper, view dan musiknya pun mendukung. Nih cuplikan surat dari Will biar kamu nggak penasaran gais.

"...Live boldly, Clark. Push yourself. Don't settle. Wear those stripy legs with pride....". Mungkin karena baca ini mellow nya nggak dapat karena saya review-nya niat nggak niat hahaha.

Jika ditanya apakah film ini recommended? Yak iyalah, gile aje gue udah nulis sepanjang ini, masak nggak recommended, haha. Tapi serius, filmnya enak ditonton saat pandemic kayaknya, bisa ditonton sendiri atau bersama pasangan. Senyamannya aja. Beneran.

Oke terakhir sebagai informasi tambahan saya mau bahas soal Dignitas tadi. Jadi, dikutip dari Wikipedia Dignitas ini adalah sebuah organisasi nirlaba di Swiss di mana bertujuan untuk memberikan pendampingan bunuh diri terhadap anggota organisasinya. Jangan salah, organisasi ini legal kok, karena memberikan bantuan bunuh diri kepada pasien, selama tidak didorong oleh motivasi negatif, itu diperbolehkan oleh pemerintah Swiss. Dignitas sendiri didirikan oleh Ludwig Minnelli pada tanggal 17 Mei tahun 1998, ia juga seorang pengacara hukum bidang hak asasi manusia.

Tenang aja, menjadi member organisasi ini juga harus melalui beberapa prosedur, nggak sembarangan gais. Jangan mentang-mentang mau mati trus daftar organisasi ini lansung diterima. Nggak juga. Karena layaknya organisasi pada umumnya mereka menerapkan beberapa criteria seperti anggotanya memang mempunyai penyakit yang parah atau depresi akut yang menahun. Contoh simple-nya si Will yang benar-benar mengalami lumpuh permanen dan gangguan parah pada sum-sum tulang belakang. Dalam kasus ini si Will emang nggak bisa sembuh, persentasinya keciiiiil, makanya ketika mengajukan diri jadi member dia lolos, karena memang masuk kategori.

Rata-rata anggota dari organisasi ini memang lansia, jika adapun yang usia produktif, rata-rata mereka kayak Will atau pengidap depresi akut. Dalam pendampingan bunuh diri pun, anggotanya selalu ditanya apakah benar ingin dilanjutkan. Sedangkan jika ada yang berubah pikiran maka pendampingan mereka hentikan. Yak iyalah hahaha. Nah, untuk biayanya sendiri, kamu gais perlu merogoh kocek sebanyak 118 sampai 177 juta untuk bisa jadi member diorganisasi Dignitas. Sedangkan untuk jadi member Exit saya nggak dapat informasi yang jelas total biaya yang dikeluarkan.

Ini sekedar informasi saja ya, bukan untuk dipraktekan apalagi daftar jadi member jangan gais. Walau bagaimanapun berjuanglah, bullshit bener emang kalau ngomong gini. But, I really mean it. Akhir kata saya mau ngutip kata mutiara dari novel yang saya baca "If you don't go through life with an open mind, you will find a lot of closed doors". Semoga bermanfaat ya, see ya!

Ps.pic from pinterest
Share
Tweet
Pin
Share
6 comments


Yep, ditulisan kali ini saya bakal ceritain tentang duo ponakan saya yang absurdnya bikin guling-guling. Commonly, they are being called by abang, adek , tapi tenang aja mereka bukan korban friend zone kok, mereka abang, adek beneran. Jadi duo bocil ini jarak umurnya setahun doang, maka dari itu mereka selalu pergi kemana-mana berdua. Main berdua, makan berdua, berantem berdua, everything berdua. Mereka bisa jadi musuhan dan romantis banget di waktu yang bersamaan.

Semenjak Corona melanda Indonesia beberapa bulan belakangan, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya bersama saya, karena bundanya was-was banget mau nitipin mereka ke babysitter seperti biasa. Ya, mumpung saya belum kerja, jadi saya bantuin jagain, biar lebih aman. Tiga bulan lebih bersama saya dari pagi sampai sore membuat saya tahu sedikit banyaknya tentang karakter mereka masing-masing. 

Sebelumnya saya mau ngasih tahu dulu bahwa ternyata jagain anak kecil itu susah-susah gampang gais, ingat, susahnya dua kali ya. But no worries, tulisan ini bukanlah curhatan tentang kesusah-susah gampangan tersebut kok, tapi lebih kepada tingkah laku absurd mereka masing-masing. 

Ritual Aneh Sebelum Tidur

Sewaktu kecil pastinya kita punya ritual aneh dong sebelum mau tidur, hayoo ngaku, hahaha. Karena berdasarkan pengalaman saya pribadi, ritual aneh semasa kecil masih terbawa-bawa sampai sekarang haha. Jadi dulu saya itu suka banget pegang udel sendiri sebelum tidur yang sampai sekarang kadang-kadang masih kebawa, huahaha. Menggelikan memang. Beruntungnya, si bocil nggak megang udel kalau mau tidur, tapi masukin tangan ke lengan baju yang otomatis tangannya di bawah ketek gue, lebih menggelikan tahu nggak. Sama kayak saya dulu, kalau nggak gitu nggak bisa tidur bawaannya resah mulu. Luckily, nggak dua-duanya begitu, cuman si adek doang.

Anehnya kalau saya tanya ngapain dia begitu, dengan santai dia jawab bahwa itu adalah tanda persahabatan kami, persahabatan macam apa wooy yang narok-narok tangan di bawah ketek?

“Adek ngapain si, narok tangan di bawah ketek? Geli lho”

“Iya, nggak papa. Itu kan tanda persabatan kita”

Sahabat seperketekan gue

Spelling-nya Apa. Bacanya Apa 

Oleh karena si abang itu udah TK jadi doi udah bisa spelling, tapi belum bisa baca. Mungkin karena terobsesi pengen bisa baca karena sering nengok saya baca-baca buku atau laptop, dia sering banget spelling sendiri buku pelajarannya tapi nanti bacanya sesuka hati. Contoh absurd-nya itu sewaktu saya lagi leyeh-leyeh di kasur sambil baca novel, tiba-tiba dia nyamperin.

“Uncu, Abang mau baca ini dengerin ya” *betewe Uncu itu adalah panggilan untuk tante yang paling bungsu oleh orang Minang Pariaman.

“Seep, bang, yaudah sini Uncu dengerin”

“Bi (B), Ar (R), Ou (O), Dabeyu (W), En (N), read Yelloww, yeaaaa”

*Gue lansung tepuk jidat.

“Kenapa Uncu tepuk jidat? Uncu terkesima ya?”

Ya salam saya heran, bahasa Indonesia dia itu baku banget dan penuh hiperbola. Dia kayaknya mengidap narsis atau terlalu pede sampai saya nggak ngerti. Jadi si abang ini orangnya nggak pernah malu dan pedenya selangit yang ujung-ujungnya malu-maluin. Trus bahasa Indonesia dia itu, kayak era 80-an, saya nggak tahu dia belajar dari mana. Pernah sekali dia ngasih kode biar dibeliin es krim, maklum semenjak Corona kami nggak pernah lagi makan-makan es. Jadi pas lagi nyantai di depan pagar tiba-tiba dia ngomong “Uncu, betapa menyenangkannya kalau kita makan es krim di sore yang indah ini kan” hahaha, saya nggak bisa berhenti ketawa. 

Dan soal baca sesuka hati, ada kejadian yang lebih memalukan dari itu. Bulan lalu, dia diajak pergi tempat service motor sama kakak saya, nah, di sana kan banyak tuh stiker-stiker atau pernak pernik buat motor, jadi pas ngantri nunggu giliran, si abang ini berdiri trus, plenga-plengo sok-soan baca tulisan yang ada di dinding. Setelah, lama memperhatikan tiba-tiba dia ngomong sama bundanya.

“Bun, abang tahu lho bacaan yang itu apa”

“Emang apa?”

“Tunggu, abang spell dulu”

Ou (O), En (N), I (E), Heich (H), I (E), Ey (A), Ar (R), Ci (T), read TEMPAT SERVICE MOTOR, YEAAAAA

Ya Allah itu jauh banget lho dari ONE HEART KE TEMPAT SERVICE MOTOR. Wanhert oyy wanhert!

Sumpah dia spell-nya di depan orang rame yang lagi antri dengan suara toa, hahaha. Maknya gagal bangga, dikirain emang beneran bisa, ehh… ternyata dan semua orang di sana pada cekikikan, takut nanti kalau ketawa si abang malu.

Well, sebenarnya banyak lagi tingkah absurdnya yang nggak bisa dihitung pakai jari. Kadang-kadang dia juga suka ngomong sama saya bahwa semakin hari di merasa semakin ganteng, hahaha. Ketika saya tanya kenapa bisa gitu dengan bangga dia jawab “Yak iyalah, kan abang suka narok piring kotor ke dapur, buang sampah jajan di tempat sampah, sama minum abang banyak, ya jadinya ganteng lah, apa lagi”.

Jadi kesimpulannya jika ingin tingkat kegantengan Anda bertambah maka rahasianya adalah taroklah piring kotor di dapur, buang sampah pada tempatnya dan perbanyak minum air putih, huahahaha. Sumpah, gue nggak tahu dia belajar dari mana, perasaan gue nggak absurd-absurd amat deh, kok ponakan gue sengkleknya parah ya, haha. Well, gais see ya!

Share
Tweet
Pin
Share
13 comments
Newer Posts
Older Posts

Blog Archive

  • ►  2025 (5)
    • ►  January 2025 (5)
  • ►  2024 (9)
    • ►  November 2024 (3)
    • ►  January 2024 (6)
  • ►  2023 (13)
    • ►  September 2023 (5)
    • ►  August 2023 (2)
    • ►  July 2023 (2)
    • ►  March 2023 (2)
    • ►  January 2023 (2)
  • ►  2022 (7)
    • ►  December 2022 (4)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  March 2022 (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  December 2021 (2)
    • ►  November 2021 (2)
    • ►  October 2021 (2)
    • ►  September 2021 (1)
    • ►  August 2021 (1)
    • ►  July 2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
  • ▼  2020 (32)
    • ►  December 2020 (3)
    • ►  November 2020 (7)
    • ►  October 2020 (4)
    • ▼  September 2020 (9)
      • I Play My Fight Song
      • Thank You!
      • So Sucks at Replying a Text
      • Sepenggal Kisah dari Timur: Obale si Anak Suku
      • My Personal Hairdresser
      • What Are You Really Good At?
      • Songs to Listen
      • Me Before You: Eutanasia dan Organisasi Bunuh Diri...
      • Ngomongin Ponakan
    • ►  August 2020 (7)
    • ►  July 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)

Created with by ThemeXpose

Edited with by A Dreamer