If You Could Go Back and Sorry

by - August 23, 2020


Pic from Pinterest

Hi gais! (sok asik bener sih gue) sebenarnya beberapa waktu ini saya menulis banyak hal dan semuanya itu tentang kegelisahan pribadi, alias curhat. Semenjak jadi pengangguran I really don’t know what to do, kayak banyak banget kecemasan-kecemasan tersendiri yang saya yakin dialami sama semua orang yang baru lulus.

Jadi, kadang untuk lari dari otak saya yang suka mikir yang iya-iya, saya mulai sering buka youtube lagi, kalau biasanya saya baca-baca, sekarang pikiran liar saya sudah nggak mempan lagi dialihkan dengan bacaan. Biasanya kalau nonton youtube itu saya suka channel yang bahasin social commentary kayak Tiffany Ferguson, Chesaleigh, dan MarinaShutUp (si Chesaleigh dan Marina ini saya baru jumpa, belakangan). Oh, iya Gitasav juga atau channel-channel yang membandingkan perspektif atau opini orang lain kayak video-video singkat di Jubilee atau CUT. Kalau lagi malas mikir saya nontonnya Steve Harvey dan James Cordon, kalau lebih malas lagi saya nontonin dance choreography di 1 Million atau nyanyi-nyanyi nggak jelas, kalau lebih malas… e buset dah banyak bener.

Jadi pas nge-youtube kemaren saya sempat nonton video singkat yang ada di ODG dan Creativox. Ada satu video di sana yang membuat saya spontan bilang “O, iya juga, ya”, video pertama itu berjudul “If you could go back when you were 16, will you go down the same path” panjang bener emang, haha. Jadi secara general video ini bercerita tentang perbandingan dari kepercayaan diri seseorang dari usia delapan, dua belas, enam belas, dan dua puluh enam tahun. Menarik sih menurut saya, di sini juga diperlihatkan tingkat permasalahan antar usia tersebut. Ternyata setelah dewasa masalah kita kadang sesederhana ingin tidur nyenyak di malam hari yang justru terdengar aneh bagi anak usia delapan, dua belas, dan enam belas tahun. Nonton ini saya jadi berasa baca diary sendiri sih, bisa membandingkan emosi saya yang sekarang dengan waktu saya remaja dulu. 

Kemudian di tengah-tengah video seorang anak bertanya, melihat sebegitu sederhananya keinginan seorang young adult ini, di mana dia hanya ingin bisa tidur nyenyak dan tidak merasa kesepian di malam hari, hal ini adalah efek tidak lansung yang ditimbulkan oleh profesinya saat ini.

“If you could go back when you were 16, will you go down the same path?”

Deep banget sih menurut saya, bagi orang yang sudah menekuni pekerjaannya dari lama, soalnya young adult yang ditanya di sini adalah penyanyi Korea bernama Lee He, Lee Hi? I really forget her name, tapi yang pasti namanya bukan Lee HEY!!! Karena itu terkesan seperti neriakin orang (berusaha melucu). Jadi, si Lee He, Lee… ya Allah siapa sih namanya? Oke, saya buka youtube dulu.

Oke gais, Lee Hi ini, yep namanya adalah Lee Hi. Dia debut jadi penyanyi pada usia enam belas tahun, which is itu masih muda banget menurut saya, tapi kalau di Korea kayaknya nggak deh, dilihat dari begitu ketatnya persaingan antar dunia entertain di sana. Untungnya, Lee Hi ini, nggak menyesal sama sekali dan saat ditanya apakah dia akan mengambil jalan yang sama jika waktu bisa di putar kembali pada saat dia masih berumur enam belas. Dia bilang akan tetap mengambil jalan yang sama. Yak, iyalah, orang segitu susahnya kok buat jadi artis di negeri Ginseng tersebut.

Nah, yang menjadi buah pemikiran bagi saya pribadi, bukan masalah milih pekerjaan yang sama seperti pertanyaan yang ditanyakan kepada Lee Hi di atas. Yakali milih kerja woy! Dapat aja udah syukur, astaghfirullah, nggak boleh suudzon Sov, lu pasti kerja kok, hahaha. Yang menjadi pikiran bagi saya adalah ketika pertanyaannya dimodifikasi sedikit menjadi:

“If you could go back when you were 16, what would you like to change?”

Atau simpelnya, jika waktu bisa diputar hal apa yang ingin saya rubah? Jujur, satu-satunya yang saya sesali dari masa remaja saya adalah tidak banyak membaca, sekarang saya melihat sendiri betapa geblek dan ketinggalan informasinya saya. Dulu itu dunia saya cuman K-Pop dan pas kuliah pun juga nggak banyak baca. Saya baca sih, cuman nggak banyak. Sekarang saya mulai baca-baca lagi buku tentang perempuan dan self improvement. Makanya saya suka merasa kagum dan digampar secara bersamaan, ketika berjumpa seseorang yang lebih muda dari saya dan buku yang udah dia baca sudah buanyaak. Saya suka mikir it would be a different story kayaknya kalau saya punya banyak pengetahuan yang mungkin saja memudahkan saya dalam banyak hal, salah satunya pasti saya nggak bakal gampang minderan.

E, tapi setelah dipikir lagi, apa iya ceritanya bakal beda kalau seandainya saya banyak tahu dari buku-buku yang saya baca? Bisa jadi kan, saya jadi manusia songong nan egois yang nggak mau dengerin pendapat orang lain, karena merasa paling tahu. Pasti saya jadi manusia sok sibuk dan nggak mau nge-blog, berhubung salah satu alasan blog ini dibuat karena emang nggak ada kerjaan dan biar bisa curhat. Hahaha. Kayaknya emang udah paling bener deh, dulu itu saya jadi K-Poper aja dan baru nyeselnya sekarang, karena sekarang kayaknya saya sudah cukup dewasa dalam bertindak apalagi berkaitan sama pengetahuan. Aeelaa, selalu ada seribu satu cara buat ngeles. Hahaha. 

Oke lanjut kepada video singkat yang kedua dari Creativox, fyi gais, video di Creativox ini rada ngaco, jadi buat kamu yang nggak terlalu terbuka pasti bakalan nggak nyaman, kalau saya sendiri enjoy aja sih, hehe. Jadi ada sebuah video di sini yang menanyakan tentang orang pertama yang ingin dimintai maaf. 

“Kalau lo mau minta maaf saat ini, lo mau minta maaf sama siapa aja?”

Pertama kali baca ini orang pertama yang muncul di kepala saya adalah diri sendiri, nggak tahu kenapa, instead of mikirin orang tua, malah terbayangnya wajah sendiri. Mungkin karena sebegitu seringnya saya nganjingin diri sendiri dan nggak pernah minta maaf. Saya  baru sadar, bahwa ternyata saya sering banget merasa nggak enak sama orang lain, tapi nggak pernah nggak enak-an sama diri sendiri. Saya sering banget merasa bersalah dan nggak jarang nganggap diri sendiri sampah hanya demi menyenangkan orang lain. Hanya demi memenuhi standard orang lain, hanya demi biar nggak kelihatan bego, biar diakui oleh orang lain. Jarang banget mau nyenengin diri sendiri dan nggak pernah minta maaf, apalagi ngasih apresiasi. Boro-boro.

Contoh fucked up-nya itu ketika kelar skripsi Desember 2019 lalu, setelah dinyatakan lulus dan keluar dari ruang sidang, saya nggak ada senengnya karena mulai mikirin revisi. Boro-boro mau bilang  maaf karena udah nyiksa diri sendiri secara fisik dan mental, bilang makasih aja kagak. Coba aja sama orang lain yang udah bantuin olah data, even yang ngerjain tetap saya, karena mereka cuma nunjukin caranya doang, but makasih lho ya dan maaf udah ngerepotin. See? Segitu gampangnya minta maaf sama orang lain.

Saya mikirnya, nih kalau badan dan hati saya bisa ngomong kayaknya mereka udah neriakin anjing di depan wajah saya deh, saking keselnya diperlakukan semena-mena. Kayak lagunya Nini Karlina, “Kalau hati bulan bisa ngomong, dia jujur takkan bohong” tapi serem juga sih kalau hati bisa ngomong, tapi nggak lebih serem dari saya sih, yang jahat banget sama diri sendiri.

Bukan berarti maksud saya nggak perlu bilang maaf sama orangtua dan orang lain, ya, heyyy....tentu saja bukan itu maksud saya. 

Oh, ya mengenai hal ini saya jadi ingat teman dekat saya, Suci. Seseorang yang meracuni saya dengan Sherlock Holmes, tapi tidak cukup berhasil meracuni pemikiran saya dengan anime Yep, dia nggak sesuci namanya gais. Seseorang yang selalu asik buat diajak bahasin tentang novel-novel yang saya baca, seseorang yang selalu asik diajak curhat tentang apa aja di samping Lilik dan Tari. Seseorang yang selalu punya perspektif lain tentang hidup yang kadang saya nggak nyangka.

Jadi beberapa tahun lalu ketika ada seminar akbar di kampus, di akhir acara moderator menyuruh para audience untuk menulis di selembar kertas tentang tiga orang yang kamu cintai dan tidak ingin kamu kecewakan. Rata-rata diantara kami menuliskan orang tua atau Allah di urutan pertama disusul dengan kakak, abang, atau orang lain di urutan kedua dan ketiga. Tapi Suci tidak, yang dia tulis di lembaran kertas itu adalah:
 Tiga orang yang paling saya cintai dan tidak ingin saya kecewakan: 1. Me 2. Me 3. Orangtua
Ketika ditanya, "Apa mu nggak merasa terlalu egois dengan nulis gitu Ci?" Dia jawab dengan santainya, “Bagi aku nggak ada yang namanya terlalu egois dari mencintai diri sendiri, aku nggak bisa gantungin harapan sama orang lain buat bahagiain diri aku, even orangtua aku pun, belum pasti. Jadi, kalau bukan aku siapa lagi, I love me” tambahnya sambil senyum.

Dulu, saya dan teman-teman sepakat bilang dia egois, sekarang? Gue yang geblek. Nggak, nggak, maaf Sov, dirimu yang pintar ini hanya butuh waktu lebih lama untuk jatuh cinta sama diri sendiri. Well, maafin sikap gue yang dulu ya, gue janji deh nggak bakalan brengsek–brengsek lagi sama diri sendiri. Kalau nanti gue ingkar janji, tenang aja, ntar gue bakalan janji lagi *gaplok pake raket nyamuk. Lastly, I wanna say I love me, myself, and I. Maaf  untuk tidak pernah minta maaf.

You May Also Like

17 comments

  1. Wah.. Menarik topiknya, saya juga jadi bertanya-tanya tentang 2 hal itu. Kalau bisa kembali ke masa lalu kayaknya saya mau mengubah banyak hal. Saya nyesel nggak pernah ikut lomba menggambar atau melukis padahal saya suka sama hal itu, saya kesel karena nggak pernah memberi kesempatan diri sendiri untuk berkembang dan maju. Kalau bisa kembali, saya mau lebih aktif nggak cuman berburu wifi gratis tiap hari😂 iya, jadi saya dulu hobi banget pulang telat dari sekolah karena wifian sama temen.
    Dan saya juga pengen jatuh cinta sama diri sendiri. Kita sam nih mbak. Sering nggak enakkan sama orang lain, tapi semena-mena sama diri sendiri.
    Trimakasih karena tulisan ini menyadarkan saya untuk lebih mencintai diri ini😊
    Semangat mbak sov💪

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha kayaknya pertanyaan ini pernah terlintas di benak semua orang deh, mba Astria. Tapi, terlepas dari penyesalan pengen balik ke masa lalu itu, kayaknya yang paling bener itu emang harus mensyukuri apa yang kita peroleh sekarang, hehehe.

      Pelukan dulu mbaa, parah bener emang itu, bahkan saya sering merasa dimanfaatkan sama orang lain gara-gara sifat nggak enak-an ini.

      Mari mbaa mencintai diri sendiri dan juga mencintai orang lain hahaha.

      Delete
  2. Aku juga nih.. Baru jadi pengangguran, ditambah masa pandemi gini. Kayaknya susah yaa.

    Tapi, tiap2 orang pasti ada rejekinya masing2 😊😁

    Semoga kita segera mendapat rejekinya aammiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah, malah fokus sama penganggurannya ya, wkwkwk. Iya mas, rezki nggak bakal tertukar, semangat buat kita, hahah.

      Delete
  3. Hmm interesting! Pertanyaan yg bener2 deep memang🤔. Tapi betul sih apa kata mbak, instead mau pilih jalan yg sama lg atau nggak, kalau ditanya tentang balik ke usia 16, aku pasti kepikirannya apa yg ingin diubah. Dan jawabanku so pasti buanyaaaak, hahaha. Untuk yg pertama dan paling utama, kalau bisa putar balik waktu aku nggak mau pacaran di SMA. Mungkin ini ada baiknya buat mendewasakan pola pikir aku in relationship sih (halaaah alasan aja memang cari2 yg positifnya dari pacaran🤣), tapi for the rest aku ngerasa buang2 waktu. Yang harusnya bisa lebih produktif waktuku malah abis buat nangisin cowok, emg dasar🤦🏻‍♀️. Terus selain gak mau pacaran, aku mau berusaha lebih giat lg belajar bahasa asing biar pas kuliah gak keteteran, and lastly mau coba semua kompetisi yg sesuai dgn minat dan bakat. Sebab skrg nyesel bgt gak banyak pengalaman disitu😢

    Untuk pertanyaan kedua sendiri, jawabanku kurang lebih sama. Aku mau minta maaf sama diri sendiri, baru orangtua dan keluarga. Karena yg selama ini bisa menolong kita (in real life) ya seringnya diri kita sendiri, yang menghadapi semua problema ya diri sendiri, yg pertama kali kena hantam masalah dan sbgnya diri sendiri, seringnya semua dipendam diri sendiri sampe parahnya menimbulkan trauma gak berkesudahan. That's why kalau lg agak gak waras dan lg banyak masalah, aku selalu sempetin untuk ngomong sama diri sendiri, semacam "maaf ya aku udh terlalu keras sama kamu, aku gak pernah merhatiin kondisi fisik km, dll.", which sounds crazy, tapi setidaknya melakukan itu lebih baik daripada membiarkan diri kita terseok-seok selamanya🙄😟

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener Awl, tapi jangan lupa buat mensyukuri apa yang kita peroleh sekarang,hehe. Karena kalau kata netijen nih, ya, penyesalan itu emang di akhir kalau yang di awal itu mah pendaftaran.

      Tetap Awl mencari pembenaran itu perlu hahaha. Terlepas dari apapun itu mungkin ada juga moment saat Awl pacaran yang kayaknya Awl syukuri, whi knows? Haha. Ya, setidaknya Awl jadi tahu kalau hubungan toxic itu menyengsarakan.

      What a great job Awl, saya aja lupa kapan pernah benar-benar minta maaf sama diri sendiri.😥😥

      Delete
  4. Bagaimana jika kembali ke 16 tahun, tapi pengetahuan kita saat ini juga ikut lenyap? Bisa jadi kondisi ke depannya akan lebih parah. Andaikan punya bekal itu pun, apakah kondisi mentalnya juga sama seperti umur 25-26? Kalau belum, ya sudah jelas seperti yang kamu tulis, kita bakal jadi orang songong. Merasa lebih cerdas, hebat, dsb. dari teman-teman di sekitar.

    Sudah benar menikmati apa yang telah terjadi sampai hari ini.

    Saya dulu soalnya juga sering terpuruk dan menyesali pilihan hidup, lalu berpikiran buat kembali ke masa silam. Saya ingin memperbaiki apa pun yang menyebabkan saya gagal dalam beberapa hal. Saya entah kenapa tak mau terjun ke dunia tulis-menulis kalau banyak sengsaranya begini. Tapi jika dipikir-pikir ulang, anggaplah saya berhasil melewati segala permasalahan, hingga karier saya bagus saat ini, bahkan juga sudah menikah sebagaimana impian saya saat remaja dulu.

    Namun, apa setelahnya saya tahu keadaan masa depan? Bagaimana kalau di depan sana saya lebih terkejut dengan penderitaan yang saya alami? Ada banyak sekali kemungkinan-kemungkinan terburuk.

    Jadi, pilihan saya cuma menikmati masa sekarang sebaik-baiknya. Ingin lebih mencintai dan menghargai diri sendiri. Tak ada lagi penyesalan atas apa yang telah berlalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener, bagaimana kalau ketika kembali nantinya saya nggak bisa berjumpa orang2 yang sama di masa sekarang atau kehilangan moment2nya. Yang paling bener emang bersyukur dan mau memperbaiki diri haha.

      Kalau saya belum pernah menyesali pilihan hidup sih, cuman sering nanya aja kenapa saya musti lahir, sambil mencaci diri sendiri hahahanjay lah. Tapi lagi-lagi saya bersyukur, karena dengan melalui itu semua saya jadi dapat melihat hal lain dengan cara berbeda. Yep, mencintai diri sendiri emang penting.

      Delete
  5. Hi kak Sovia, tulisan dan topik yang menarik untuk diangkat. Tulisannya enak banget buat dibaca oleh orang seperti diriku, yang suka nggak kuat baca hal yang terlalu berat karena otak bakal cepat lelah wkwkwk.

    Semangat untuk belajar lebih mencintai diri sendiri kak :D
    Aku dulu juga berpikir bahwa hal ini termasuk egois, tapi kalau dipikir kembali, bahkan kita udah terlalu lama lupa untuk berterima kasih dengan diri sendiri dibanding waktu untuk mencintai diri sendiri. Sebagai orang Indonesia, rasa sungkan pasti besar sekali, maka dari itu, kita pasti akan lebih memikirkan orang lain lebih dulu dibanding diri sendiri. Sekarang, banyak video-video tentang self love dsb, setidaknya mata kita jadi lebih terbuka ya, untuk lebih memikirkan diri sendiri dulu tapi bukan dalam arti kata egois, hanya saja lebih bisa memilah apa yang kita sukai dan yang tidak, apa yang akan kita kerjakan sepenuh hati atau tidak, jadi setelah tahu semua ini, kita jadi nggak banyak mengorbankan diri dan perasaan untuk melakukan hal yang tidak kita sukai. Dan, aku masih belajar juga akan hal ini :D

    Btw lagi, setiap kali aku buka blog kak Sovia dari laptop, tampilannya agak bermasalah kak. Tulisan di Menu bar sama post jadi campur aduk. Entah ini di laptop aku doang atau gimana >.<

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha syukurlah kalau memang Lia suka 😇😇

      Iya Li, kadang bacaan yang berat cenderung bikin stress, saya yang kadang gampang ke trigger sama topik2 tertentu.

      Lia jugaaa, semoga bisa lebih mempertimbangkan perasaan sendiri juga, ketimbang harus menomor satukan orang lain terus.

      Kita memang sering lupa kayaknya, seperti yang Lia bilang diatas hidup di tengah-tengah masyarakat seperti kita emang banyak nggak enaknya sama orang lain, dan secara nggak lansung efeknya nggak bagus juga sih sama diri sendiri.

      Owalah iya, iya? Thank you for telling me this Lia, soalnya selama ini saya ngeblognya lewat hape, huahaha, jadi nggak tahu. Thank you, pasti nggak nyaman banget ya, wkwkwk.

      Delete
  6. Kalau ditanya apa yang mau diubah atau apa yang disesali, kayaknya g ada deh. It is what it is, kalau aku g melewati journey ini, g bakal ada aku yang sekarang. Mungkin ceritanya bakal lain, kayak yang kamu sebutin tadi, bisa jadi sombong atau g ngeblog.

    Kalau mau minta maaf, jawabanku sama. Aku mau minta maaf sama diriku sendiri. Aku pun merasa bersalah, bersalah banget dengan diriku yang selalu aku salahkan karena penampilan fisikku tidak sebaik orang kebanyakan. Kalau ingat ini aku berdosa banget sudah menyia-nyiakan diriku sendiri karena suka ngebanding-bandingin diriku sama orang lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju mba Pipit, saya juga nggak bakal dapetin pribadi sekarang kalau nggak melalui struggle di masa lampau. So, bersyukur emang paling bener hehe.

      Semua orang pernah berbuat tidak adil sama dirinya sendiri mba,yang paling penting kita udah menyadari dan belajar dari itu semua

      Delete
  7. Interesting topic, mba 😍

    Kalau ditanya, apa yang ingin saya ubah kalau saya kembali ke usia 16, mungkin saya ingin lebih fokus upgrade skill bahasa saya 😂 karena ternyata belajar bahasa saat sudah tua lumayan susah masuk ke otaknya hahahahahaha 🙈

    Namun sama dengan mba Suci dan mba Sovia, saya termasuk orang yang sangat mencintai diri saya sendiri 🤣 jadi setiap kali ambil keputusan, saya harus memikirkan efeknya ke diri saya meski bisa dibilang saat saya muda, saya pernah ada masa di mana nggak peduli diri saya. Hehehe. Jadi saya rasa, setiap dari kita akan berproses pada akhirnya 😍 for the last, semangat selalu mba! 💕

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you mbaa ❤

      Pengen upgrade skill bahasa juga mbaa haha, tapi mba Eno udah keren kok, wong blognya aja udah tiga bahasa, kurang skill apa coba hahaha.

      Semangat juga buat mba Enoo, yep pada akhirnya kita akan berproses dan bekalajar dari hal-hal yang dulu kita anggap gagal, pokoknya learn a lesson adalah kunci.

      Delete
  8. Hi Sovia, salam kenal yaa! Sepertinya ini kunjungan pertamaku deh (padahal sering liat kamu ada di kolom komentar teman-teman lainnya hihi)

    Aku sempat bikin semacam letter to my younger self gitu waktu masa-masa tren #10yearchallenge di sosmed itu lho. Entah kenapa rasanya ingin "ngomong" ke diri sendiri di usia 18 tahun waktu itu. Banyak hal yang kusesali, jujur aja. Salah satunya kayak yang kamu bilang, aku kebanyakan mengurung diri di bubble sendiri. Waktu kuliah aja aku nggak banyak bersosialiasi. Terus, aku kurang menyayangi diriku sendiri, ini yang terparah sih 😅 rasanya kuingin pukpuk diriku sendiri di kala itu.

    Tapiii, di usia yang sekarang dan melihat ke belakang, aku mulai memaafkan diri sendiri. Kalau aku dulu gak begitu, mungkin gak akan seperti sekarang ini juga. Yang bisa kulakukan hanya melupakan apa yang di belakang dan terus melakukan yang terbaik hari ini (:

    Duh, maaf yaa komentar pertama langsung curcol 🤣 tapi ini topik yang sangat deep dan personal sekali. Thank youu sudah menulis ini ya! (:

    ReplyDelete
  9. Hi juga mbaa, thank you udah singgah di sini, haha.

    Kalau aku dua tahunan belakang selalu bikin surat untuk diri sendiri kalau aku ulang tahun mba, tapi isinya malah resolusi dan kayak kenapa aku belum bisa mencapai ini itu. Parah bener emang. Sekarang aku berusaha memaafkan diriku sendiri sih, untuk ketenangan diri juga, bahwa berdamai sama diri sendiri itu ternyata melegakan.

    Sama-sama mba Jane, makasih apresiasinya 😁

    ReplyDelete
  10. Kalau saya bisa kembali ke masa lalu, ya rasanya saya akan mengambil jalan yang sama

    akhirnya juga akan sama

    😂😂😂

    Maaf, tapi beneran, saya nggak mau berandai andai dalam hal ini.

    Lebih baik maju terus dan menikmati hidup yang ada saja.

    Toh belum tentu juga kalau kita mengubah masa lalu tidak berujung pada situasi yang sama atau lebih baik

    😇😇😇

    Maaf..

    ReplyDelete

Raise Your Words, Not Voice. It's Rain That Grows Flowers, Not Thunder.
-- El Rumi --