Ngomongin Simar yang Buntutnya Curhat
![]() |
Designed by me |
Sumpah setelah tiga hari lebih sakit dan dicurigai aneh-aneh alias covid-19 sama sodara sendiri, hari ini saya sudah bisa nulis dan curhat lagi dong di sini. Selain rindu celoteh di blog ini, tahu nggak kegiatan apa lagi yang saya rindukan setelah puas tiga hari goleran kemaren? Yep, nyuci piring pemirsa, saya rindu nyuci piring setelah beberapa hari nggak melakukannya. Dasar pembantu, hahaha.
Mungkin, karena hanya itu kerjaan rumah tangga yang saya suka atau mungkin karena saya sudah biasa melakukannya setiap hari selama di rumah. Soalnya piring numpuk di westafel bisa membuat mood saya rusak, makanya di rumah saya suka greget kalau banyak piring kotor yang numpuk, jiwa Inem saya lansung keluar.
Oh ya, karena postingan kali ini bercerita tentang Simar, jadi saya tidak akan membagikan tutorial bagaimana cara mencuci piring dengan baik dan menyenangkan. Tidak, jadi tenang aja, hehe. So, siapa itu Simar?
Simar bukan siapa-siapa kok gais, bukan seseorang yang bisa membuat saya terduduk patah hati, bukan. Apalagi mantan dosen pembimbing atau tukang ayam geprek langganan saya dulu. Simar hanyalah sesosok kucing liar yang biasa nongki di pasar, baru kemudian naik tahta jadi kucing rumahan setelah diboyong pulang dan di belikan kandang oleh kakak saya.
Simar hanyalah sesosok kucing yang tiga bulan kemudian tiba-tiba hamil (dasar binatang haha) dan sudah melahirkan lima anak di pertengahan September kemaren, hahaha. Ya terus ngapain lu ngomongin Simar di sini? Ya, nggak ada. Pengen aja, suka-suka gue dong, orang ini blog gue kok, haha. Songong emang kalau saya jawab seperti itu.
Jadi kenapa tiba-tiba saya bahas Simar? Ya nggak ada, hahaha. Masih aja ya. Haha. Sebenarnya saya nggak terlalu suka binatang, karena emang nggak becus ngerawat dan malas ribet. Lebih tepatnya sih, saya jijik-an. Saya sempat mau melihara kelinci, tapi jijik sama belek dan pipisnya yang bau, hahaha.
Jadi, saya nggak pernah benar-benar punya binatang piaraan. Soalnya kasihan, nanti kalau nggak ke urus kan jadi dosa. Dulu sewaktu kuliah saya punya si Bambang, kucing kampung yang saya jaga dengan setengah hati, muehehe. Intinya si Bambang nggak saya rawat-rawat amat lah, cuman saya kasih makan doang, itu pun kalau lagi bokek, nggak saya beliin hehe.
Masalahnya si Bambang ini, juga nggak tahu datangnya dari mana. Tiba-tiba aja dia muncul di depan pintu kamar dan minta makan sambil mbak udah tiga hari nggak makan mbak miauw-miauw, suara kucing gimana sih? Ya intinya dia melas-melas gitu lah, khas kucing banget pokoknya. Lha? Kok jadi bahas Bambang sih, bukannya tadi topiknya tentang Simar ya?
Oke lanjut, jadi Simar ini beda dari kucing yang lain gais, karena Simar ini nggak banyak bacot, tipe-tipe kucing yang tahu diri lah gitu. Contohnya dia bakal cakar dan gigit kaki saya kalau lagi laper, sungguh mulia sekali akhlaknya (sambil geleng-geleng kepala). Semenjak tinggal bersama saya, sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia nyakar saya dan ponakan, minta dicarutin emang, hahaha.
Tapi anehnya gais, semenjak anaknya lahir dia udah nggak pernah nyakar lagi, prilaku dia jadi berubah drastis, baiiiik banget. Nggak tahu deh dia habis makan apa atau baca buku parenting apa gitu. Nah, walau si Simar ini suka bar-bar kalau lagi lapar, tetep aja gais ada yang saya suka dari dia, yakni Simar nggak doyan ndusel-ndusel dan jaraaaang sekali bunyi alias miauw-miauw nggak jelas gitu.
Soalnya yang saya benci dari kucing ya ndusel-nduselnya itu, jijik sumpah. Pokoknya tipe yang talk less do more gitu, haha. Kayak kalau lapar lansung gigit majikannya, itu dulu ya. Sekarang Simar sudah bisa menghormati yang punya rumah, karena kalau lapar dia nggak lansung nyakar lagi tapi ngomong pake matanya gitu, ngerti kan maksudnya.
Tapi, etapi sesuka apa pun saya pada Simar, perkara bersihin kandang Simar sih tetap no way alias ogah, hahaha. Jijik tetap, bau juga, nggak mau lah intinya, wkwk.
Kalau dipikir-pikir lagi, baru kali ini lho saya bahas kucing even bukan pecinta kucing, karena saya cintanya kamu, hueek. Hahaha. Oh ya, selain bahasin Simar saya juga mau bahas diri saya sendiri yang udah kayak orang gila lagi saking stress-nya di rumah aja. Oke, yang nyuruh gue bersyukur sini lo, biar gue apain ya? Hahaha.
Ya intinya bersyukur itu pasti, tapi percaya nggak percaya ada titik-titik yang membuat kita sebagai manusia jenuh dan mulai mikir yang iya-iya.
Karena terlepas dari apapun nggak ada yang benar-benar tahu, kapan pandemi ini akan berakhir. Kuncinya itu vaksin-nya masih dalam proses, jadi hal yang dapat kita lakukan itu cuma berharap, positive thinking, dan menjaga mental kita supaya baik-baik aja.
Masalahnya dalam upaya membaik-baikan diri sendiri adaaaa aja nanti masalahnya. Yaudah lah ya, namanya juga hidup. Hidup gue emang nggak jauh-jauh dari curhat hahahaha. Oke gais, sekian dulu deh, semoga tetap sehat fisik maupun mental ya. See ya!
0 comments