­

Tulisan Satu Dekade: Cerita Tentang Bapak

by - December 28, 2022

Pict from Pinterest


Kurang lebih sudah 10 tahun, saya tidak pernah berkomunikasi lagi dengan bapak, bahkan untuk sekedar nomor telpon saja, saya tidak punya. Saya sedikit lupa, bagaimana bentuk wajah bapak. Tidak, saya tidak merasa durhaka, tidak pula merasakan hal yang lainnya. Kosong. Pernah sekali saya menangis melihat seorang anak perempuan meminta uang dua puluh ribu kepada bapaknya, di sebuah kedai kecil dekat rumah. Sesudahnya, perasaan itu berlalu begitu saja.

Kemudian dua hari yang lalu, saya bermimpi, dalam mimpi itu saya menangis tersedu-sedu bak anak kecil, karena rindu bapak. Ketika bangun, saya merasa aneh karena mimpi itu tidak sesuai dengan situasi saya saat ini. Apakah mimpi itu karena saya hampir tidak pernah bicara soal bapak selama sepuluh tahun terakhir? Entahlah. Kemudian saya ingat, ketika tiba-tiba kakak menyuruh saya mencoba mengobrol dengan bapak, tapi lansung saya tolak, karena rasanya aneh saja dan saya juga tidak tahu mau ngobrol apa.

Saya adalah anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa sosok bapak, tapi saya masih punya bapak wkwk. Hidup kocak banget ya Allah. Sepuluh tahun lalu setelah pertengkaran yang kesekian yang mana kalau dihitung, setara dengan episode Cinta Fitri, bapak akhirnya kabur dari rumah, katanya “Nggak ada alasan lagi untuk tinggal”. Saat itu saya masih remaja tanggung yang nggak ngerti apa-apa selain dengerin music K-pop dan sok-soan niruin dance choreography-nya.

Setelah bapak pergi saya baru sadar efeknya, karena setelahnya hidup terasa morat-marit. Saya nggak bisa lagi beli poster Suju seenak udel. Ibu bilang saya harus irit, saya nggak boleh lagi beli minuman kaleng kesukaan saya kalau jajan di warung. Ternyata punya bapak adalah salah satu faktor penunjang kesejahteraan hidup. Mungkin inilah alasan ibu dulu bertahan meski sudah ribuan kali bertengkar. Demi kelancaran uang pembelian poster dan minuman kaleng kesukaan saya.

Tahun-tahun berlalu, banyak hal yang menjadikan saya bertumbuh baik secara fisik maupun secara pola pikir. Sekarang saya sudah bisa menghasilkan uang untuk beli poster atau minuman kaleng kesukaan saya, tapi tidak cukup untuk beli tiket konser BTS. Hadeuuh, level hidup memang terus meningkat.

Namun, satu yang saya sadar dari sekian banyak kejadian, memori dengan bapak seakan memudar, setelah lama mengingat, saya menemukan bahwa sebagaimanapun kosongnya rindu saya untuk bapak hari ini, kenyataannya tahun-tahun entah berantah dulu, saya tetaplah Sovia kecil, anak perempuan yang mencintai bapaknya.

Saya ingat dulu bapak sering pergi ke kota Padang menjual Kayu Manis yang sudah kering. Bapak selalu pakai celana bahan panjang dan baju batik. Pagi-pagi bapak sudah rapi, ibu yang setrika bajunya. Saya lupa umur berapa, tetapi saya selalu menantikan kepulangan bapak berharap nanti dibelikan permen Hexos, permen sampai detik ini tidak pernah lagi saya makan. Di minggu berikutnya bapak pulang membawa Sanjay Balado, atau buah Bengkoang, begitu seterusnya. Apapun oleh-oleh dari bapak, permen Hexos tetap pilhan saya. Udah kayak slogan minuman “Apapun makannya, minumnya Teh Botol Sosro.”

See, bapak adalah orang yang selalu saya tunggu dulu, saya rela mengorbankan waktu berharga memanjat buah Cherry milik tetangga, demi bisa memeluk bapak. Ingat sekali dulu, setelah turun dari bus saya berlari memeluk bapak baru kemudian bapak menggendong saya dan menciumi pipi saya, yang pada akhirnya membuat pipi saya perih dan gatal karena bekas jambang bapak yang tidak habis dicukur.

Hari ini biarlah saya tuliskan 1 hal indah yang dulu saya definisikan tentang bapak, karena setelah remaja menjelang dewasa saya tidak punya lagi bapak yang saya cintai, semua tentang bapak hanya seputar marah dan kecewa.

Meski tidak merindukan bapak, tapi saya berharap bapak baik-baik saja dan menemukan bahagia versi bapak. Walau bagaimanapun kekecewaan saya terhadap bapak selama sepuluh tahun terakhir, bapak tetaplah harus mendapatkan rasa terimakasih. Terimakasih pak, untuk pelukan hangat dan ciuman yang membuat pipi saya perih di tahun entah berantah itu. Di halaman rumah kita yang luasnya tidak seberapa itu, hari itu bapak menjadi lelaki yang saya cintai sepenuh hati.

Selamat menempuh tahun-tahun yang baru pak, dimanapun bapak berada, semoga hati bapak lapang. Saya pernah hidup dengan hati yang sempit, rasanya tidak enak. Tahun depan akan saya beli permen Hexos hijau yang dulu bapak belikan untuk saya, supaya bapak yang saya cintai senantiasa hidup dalam kepala saya.

You May Also Like

0 comments