Tulisan Satu Dekade: Cerita Tentang Bapak
![]() |
Pict from Pinterest |
Kemudian dua hari
yang lalu, saya bermimpi, dalam mimpi itu saya menangis tersedu-sedu bak anak
kecil, karena rindu bapak. Ketika bangun, saya merasa aneh karena mimpi itu
tidak sesuai dengan situasi saya saat ini. Apakah mimpi itu karena saya hampir tidak
pernah bicara soal bapak selama sepuluh tahun terakhir? Entahlah. Kemudian saya
ingat, ketika tiba-tiba kakak menyuruh saya mencoba mengobrol dengan bapak, tapi
lansung saya tolak, karena rasanya aneh saja dan saya juga tidak tahu mau
ngobrol apa.
Saya adalah anak
perempuan yang tumbuh dewasa tanpa sosok bapak, tapi saya masih punya bapak
wkwk. Hidup kocak banget ya Allah. Sepuluh tahun lalu setelah pertengkaran yang
kesekian yang mana kalau dihitung, setara dengan episode Cinta Fitri, bapak
akhirnya kabur dari rumah, katanya “Nggak ada alasan lagi untuk tinggal”. Saat
itu saya masih remaja tanggung yang nggak ngerti apa-apa selain dengerin music
K-pop dan sok-soan niruin dance choreography-nya.
Setelah bapak
pergi saya baru sadar efeknya, karena setelahnya hidup terasa morat-marit. Saya
nggak bisa lagi beli poster Suju seenak udel. Ibu bilang saya harus irit, saya
nggak boleh lagi beli minuman kaleng kesukaan saya kalau jajan di warung.
Ternyata punya bapak adalah salah satu faktor penunjang kesejahteraan hidup. Mungkin inilah alasan ibu dulu bertahan
meski sudah ribuan kali bertengkar. Demi kelancaran uang pembelian poster dan
minuman kaleng kesukaan saya.
Tahun-tahun
berlalu, banyak hal yang menjadikan saya bertumbuh baik secara fisik maupun secara
pola pikir. Sekarang saya sudah bisa menghasilkan uang untuk beli poster atau
minuman kaleng kesukaan saya, tapi tidak cukup untuk beli tiket konser BTS. Hadeuuh,
level hidup memang terus meningkat.
Namun, satu yang
saya sadar dari sekian banyak kejadian, memori dengan bapak seakan memudar,
setelah lama mengingat, saya menemukan bahwa sebagaimanapun kosongnya rindu
saya untuk bapak hari ini, kenyataannya tahun-tahun entah berantah dulu, saya
tetaplah Sovia kecil, anak perempuan yang mencintai bapaknya.
Saya ingat dulu
bapak sering pergi ke kota Padang menjual Kayu Manis yang sudah kering. Bapak
selalu pakai celana bahan panjang dan baju batik. Pagi-pagi bapak sudah rapi,
ibu yang setrika bajunya. Saya lupa umur berapa, tetapi saya selalu menantikan
kepulangan bapak berharap nanti dibelikan permen Hexos, permen sampai detik ini
tidak pernah lagi saya makan. Di minggu berikutnya bapak pulang
membawa Sanjay Balado, atau buah Bengkoang, begitu seterusnya. Apapun oleh-oleh
dari bapak, permen Hexos tetap pilhan saya. Udah kayak slogan minuman “Apapun
makannya, minumnya Teh Botol Sosro.”
See, bapak adalah orang yang selalu saya tunggu dulu, saya rela
mengorbankan waktu berharga memanjat buah Cherry milik tetangga, demi bisa
memeluk bapak. Ingat sekali dulu, setelah turun dari bus saya berlari memeluk
bapak baru kemudian bapak menggendong saya dan menciumi pipi saya, yang pada
akhirnya membuat pipi saya perih dan gatal karena bekas jambang bapak yang
tidak habis dicukur.
Hari ini biarlah
saya tuliskan 1 hal indah yang dulu saya definisikan tentang bapak, karena
setelah remaja menjelang dewasa saya tidak punya lagi bapak yang saya cintai,
semua tentang bapak hanya seputar marah dan kecewa.
Meski tidak
merindukan bapak, tapi saya berharap bapak baik-baik saja dan menemukan bahagia
versi bapak. Walau bagaimanapun kekecewaan saya terhadap bapak selama sepuluh
tahun terakhir, bapak tetaplah harus mendapatkan rasa terimakasih.
Terimakasih pak, untuk pelukan hangat dan ciuman yang membuat pipi saya perih
di tahun entah berantah itu. Di halaman rumah kita yang luasnya tidak seberapa itu,
hari itu bapak menjadi lelaki yang saya cintai sepenuh hati.
Selamat menempuh
tahun-tahun yang baru pak, dimanapun bapak berada, semoga hati bapak lapang.
Saya pernah hidup dengan hati yang sempit, rasanya tidak enak. Tahun depan akan
saya beli permen Hexos hijau yang dulu bapak belikan untuk saya, supaya bapak
yang saya cintai senantiasa hidup dalam kepala saya.
0 comments