• Home
  • About
Powered by Blogger.

A Dreamer

Pict from Pinterest


Seharian ini bawaannya gloomy aja, padahal cuaca sedang terik-teriknya. Tadi saya lagi baca-baca sambil tiduran, tiba-tiba pertanyaan lama muncul dalam kepala saya “Apakah ini kehidupan dewasa yang dulu saya mimpikan?” Jawabannya tentu saja bukan, anjir. Tapi saya tidak merasa gagal juga. Katakan saja saya tidak punya hasrat hidup lebih membara dari teman-teman saya yang lain. Dan anehnya kenapa saya nyaman-nyaman saja. Perasaan nyaman ini justru yang ingin saya gugat, apakah wajar anak muda begini? Ya meski saya bukan kategori muda juga sih. LOL. Apakah seharusnya saya melakukan sesuatu yang lain? Tapi ngapain?

Sebenarnya saya sudah mempertanyakan ini di postingan sebelumnya, tentang saya yang tidak ambisius lagi. Sewaktu sepupu saya yang di Jakarta kemaren pulang ke kampung, kak Ema sempat bilang “kehidupan di desa lambat ya Pi, nggak yang was wes wos”. Saya tidak pernah melihat bagaimana orang-orang Jakarta menjalani aktivitasnya, tapi saya sering dengar cerita tante saya tentang anak-anaknya yang udah grasah-grusuh dari subuh. Apakah kehidupan kota di pulau Jawa sana berjalan cepat?

Sebenarnya mikirin soal hidup itu adalah part paling malesin banget untuk saya pribadi, karena nantinya jadi nyambung ke mikirin agama, hubungan sosial dan hal-hal lain yang enggak terlalu penting. 

Kenapa juga orang-orang tertarik membuat tutorial bagaimana anak-anak, orang muda, dan dewasa seharusnya menjalani hidup? Umur segini harus ambisius, umur segini seharusnya begini, umur segini harus settle down and the bla bla. Jadi seharusnya hidup itu harus bagaimana sih? Haha.

Sepertinya sudah waktunya saya keluar dari gua dan nyicipin air sungai karena air dalam gelas sudah mulai terasa asin. Jadi nanti deh kita ngomongin hidup lagi ketika saya sudah ketemu Sun Go Kong. See you!


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Pict from Pinterest


Belakangan ini saya sering berpikir bahwa ternyata menerima keadaan tidak semudah menerima paket, LOL. Banyak hal dalam kepala saya tentang adakah urutan untuk menjadi seseorang yang lapang hatinya? Mimpi saya adalah menjadi Sovia dengan hati yang lebih luas dari lapangan bola, tapi sialnya saya temperamental.

Well, ini adalah perselisihan saya dengan ibu part yang ke entah berantah. Sepertinya saya pernah bilang bahwa saya tidak mempunyai kedekatan secara emosional dengan ibu saya. Klise. Tapi itulah adanya. Semenjak tinggal bersama saya baru menyadari bahwa ternyata ibu bukanlah orang yang saya kenal. Ternyata selama ini saya sok kenal, sok dekat.

Banyak sekali perbedaan kami dalam cara pandang. Tapi, dalam hal bersosialisasi ibu tetap juaranya. Selama ini saya selalu melihat dari sisi saya sebagai anak, saya sok pahlawan, saya merasa mentang-mentang saya mengorbankan kerjaan saya, jadi saya harus dimengerti. Sombong. 

Akhirnya kemarin, ketika saya berusaha mengambil cara pandang sebagai seorang ibu, saya sadar, sebagai anak ternyata saya masih jauuuh sekali kurangnya dibandingkan dengan apa yang seharusnya seorang anak persembahkan untuk ibunya. Bicara karir, ibu tidak pernah menuntut saya menjadi apa-apa. Tabungan, pasangan, apapun. Ternyata ibu menyerahkan sepenuhnya ke tangan saya.

Saya memikirkan lama kenapa susah sekali bagi saya untuk menahan diri, untuk tidak mudah marah sesuatu yang bisa saya kontrol di depan orang lain, tapi mendadak tidak terkontrol di hadapan ibu. 

Diumur 27 harapan beberapa orang di luar sana mungkin ingin mempunyai pekerjaan tetap dengan gaji yang solid atau ingin punya pasangan yang bisa diajak ngobrol dan kerja sama sampai akhir. Namun, saya hanya berharap satu, sebelum ibu saya pergi saya ingin menjadi 'anak' lagi. Mungkin saya lupa diri. Saya ingin perasaan nyaman itu lagi ketika duduk berbicara dihadapan ibu. Saya ingin batu yang ada di dada saya luruh, jatuh. Saya tidak mau 'ditinggal' menyesal.

Beberapa hari ini pertanyaan saya selalu sama, bagaimana caranya memeluk kesalahan? Supaya saya tidak lagi melihatnya sebagai tombol hijau pertanda mencaci maki diri sendiri sudah dimulai. Saya ingin melakukan kesalahan dan belajar lagi dengan perasaan tenang. Saya ingin mempelajari banyak hal lagi tentang diri saya dan ibu. Semoga 'besok' kami tidak lekas habis.






Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Blog Archive

  • ►  2025 (6)
    • ►  August 2025 (1)
    • ►  January 2025 (5)
  • ►  2024 (9)
    • ►  November 2024 (3)
    • ►  January 2024 (6)
  • ▼  2023 (13)
    • ►  September 2023 (5)
    • ►  August 2023 (2)
    • ▼  July 2023 (2)
      • How to Life a Live?
      • July: How to Embrace?
    • ►  March 2023 (2)
    • ►  January 2023 (2)
  • ►  2022 (7)
    • ►  December 2022 (4)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  March 2022 (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  December 2021 (2)
    • ►  November 2021 (2)
    • ►  October 2021 (2)
    • ►  September 2021 (1)
    • ►  August 2021 (1)
    • ►  July 2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
  • ►  2020 (32)
    • ►  December 2020 (3)
    • ►  November 2020 (7)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (9)
    • ►  August 2020 (7)
    • ►  July 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)

Created with by ThemeXpose

Edited with by A Dreamer