• Home
  • About
Powered by Blogger.

A Dreamer

Pict from Pinterest


Hi folks, I’m back! Kali ini saya akan bahas tentang buku. Saya akan review beberapa buku yang menurut saya bagus banget untuk dibaca. Saya jarang banget si bahas soal buku di blog, cuma sekali kayaknya, yaitu Origin-nya om Dan Brown. Biasanya, saya mengulas singkat tentang buku yang saya baca lewat story whatsApp. Haha, bapak-bapak banget emang tapi, seru tau. Well, without any further do, let’s get to the lists (me channeling my inner Nessie Judge). Alaaah.


Siri, Asmayani Kusrini

Novel berjudul Siri karya mba Asmayani Kusrini ini, sering banget saya rekomendasiin ke beberapa teman, karena memang saya seingin itu punya squad untuk membahas karakter tokoh dalam novel ini. Membaca novel ini membuat saya seolah hadir dalam setiap plot-nya, karena sedih, manis, dan frustasinya dapat banget. Cerita novel ini  dibuka dengan kematian Bahjan Komarudin seorang politikus yang secara mendadak meninggal di rumah pribadinya. Kemudian cerita berkembang tentang bagaimana hubungan Bahjan dengan isterinya Mei Yuan Lie (Mayang) dan Sulis, serta anak-anak mereka. Novel ini mengusung tema adat, budaya, politik, dan percintaan.

Setelah baca novel ini saya patah hati dan pilu, tapi bagus untuk dibaca. Bahkan bulan-bulan berikutnya saya rindu membaca novel memunculkan perasaan serupa, karena memang sebagus itu menurut saya pribadi. Saya bisa merasakan bagaimana serba salahnya jadi Bahjan. frustasinya jadi Mei, dan kesepiannya menjadi Sulis.

Cerita di novel ini juga memuat beberapa POV dan alurnya maju mundur, namun tidak membuat bingung karena bagi saya pribadi, pergantiannya cukup jelas.

Moment paling ‘ngena’ buat saya pribadi itu adalah ketika Mei Yuan Lie, meminta Bahjan untuk berhenti memanggilnya namanya Mei. “Berhenti, memaggilku Mei, panggil aku Mayang.” Seolah Mei berbagi kekecewaan dengan saya. Dan kebencian saya tidak bisa berlanjut saat masuk di POV Bahjan. “Aku mencintaimu Mei, dan Sulis aku minta maaf karena menjadikan mu sebagai pion penebus dosa.” (Kurang lebih omongan Bahjan begitu, udah lupa karena bacanya udah lama 😁).


Ayah, Andrea Hirata

Judul novel ini memang menggiring kita untuk ragu, bahkan cenderung malas untuk membacanya (source: pengalaman pribadi). Saat pertama baca judulnya, waktu itu saya udah judge duluan bukunya. Saya lupa, kenapa waktu itu saya tiba-tiba mau baca, cuma yang jelas novel ini adalah tipe yang asik dibaca dari awal sampai akhir. Teman-teman pasti pernah jumpa buku yang awalnya rada membosankan, entah karena satu dan lain hal namun, semakin pertengahan baru terasa menarik. Nah, kalau novel Ayah ini  menurut saya dari awal aja udah seru.

Novel Ayah bercerita tentang sosok Sabari, Newton-nya Bahasa Indonesia. Ia menuruni bakat ayahnya Insafi, yang jago berpuisi. Sabari sesuai namanya merupakan manusia paling sabar di Belitong. Perjalanan Sabari yang sesungguhnya bisa dibilang mulai saat dia melakukan ujian pendaftaran masuk SMA. Tragedi pencontekan yang dilakukan oleh seorang gadis bernama Marlena, merubah hari-hari Sabari selanjutnya. Yep, Sabari jatuh cinta.

Kelak, kehidupan Sabari hanya seputar Marlena, Marlena, dan Marlena. Baginya Marlena adalah Purnama Kedua Belas. Marlena yang menolak terlena 💔.

Alur cerita ini maju mundur dan plot-nya menurut saya unik, kamu bakal dikasih kejutan nantinya menuju ending. Novel ini nantinya juga terdiri dari beberapa POV.

Karena sosok Sabari disini digambarkan sebagai Newton-nya Bahasa Indonesia dan pandai membuat puisi, maka dalam novel ini bertebaran puisi-puisi yang diciptakan Sabari untuk Marlena. Konflik utama di novel ini saya rasa saat Marlena terpaksa menikah dengan Sabari dan ketika Sabari jatuh cinta setengah mati terhadap anaknya bernama Zorro. Namun, suatu waktu setelah menggugat cerai Sabari, Marlena menghilang begitu saja membawa Zorro sekaligus seluruh semangat Sabari.

Meskipun ini seharusnya sedih, tapi berkat adanya para sahabatnya Ukun, Tamat, dan Toharun yang konyol, jadi menghambat kesedihan kita. Saya ketawa banget waktu Sabari mengirim surat untuk Zorro dalam bahasa Inggris yang kemudian diikatkan ke kaki Penyu. Indonesia Lonely Man 😂. Bahasa Inggris Sabari memang enggak ada obat.

Menurut Saya novel ini bercerita tentang cinta paling ikhlas, benar-benar tanpa syarat. Saking enggak ada syaratnya kita jadi bernafsu banget pengen nabok kepala Sabari. Juga termasuk di dalamnya cerita persahabatan yang hangat. Bagaimana sosok Ukun dan Tamat yang kesal setengah mati menghadapi kisah cinta Sabari dan Marlena, namun mereka tetap ada di masa-masa terendah hidup Sabari. Ending novel ini manis, beneran pamit dengan cara yang enggak terduga.


A Man Called Ove, Fredrick Backman

Om Fredrick ini juga merupakan penulis dari buku My Grandmother Asked Me to Tell You She’s Sorry, namun saya merasa novel Pria Bernama Ove lebih memberikan saya pelukan yang hangat. Sesuai judulnya novel ini bercerita tentang sosok pria tua penggerutu bernama Ove. Alur cerita dari novel ini padat dan utuh, sehingga kita bisa melihat perkembangan karakter dari tokohnya secara keseluruhan.

Ove adalah pria yang menyukai matematika, rumah, rumus, dan hal-hal pasti lainnya. Tidak begitu cocok dengan dunia yang penuh beragam hal, yang tidak selalu bisa dihitung dengan rumus pasti. Kepribadian Ove yang dianggap ‘berbeda’ dari manusia kebanyakan sering membuatnya ribet ketika melakukan sesuatu seperti manusia ‘normal.’ Salah satunya adalah ketika membeli barang, Ove sering sekali berdebat yang tentu saja akhirnya menang, dengan kasir toko elektronik, supermarket, tukang parkir, semuanya. Hingga Sonja isterinya, sering bergurau bahwa tiga kata yang paling dibenci Ove adalah “tidak termasuk baterai". Prinsip Ove membuatnya tidak cocok dengan dunia luar.

Bersama Sonja disisinya Ove berusaha memahami dunia yang tidak begitu dimengertinya itu. Alasannya selalu sederhana “karena Sonja suka”.  Namun, semuanya tidak pernah sama lagi, Ove mendadak gagap dan tidak tahu lagi cara menjalani hidup ketika suatu hari Sonja meninggal dunia. Sungguh, Ove ini cowok romantis dan menjengkelkan di waktu yang bersamaan.

Semenjak kepergian Sonja, Ove menjalani hari yang membosankan sambil mengumpat banyak hal di sekelilingnya, sampai kucing yang enggak ngapa-ngapain aja juga diomel-omelin 😂. Hey! Tolong mbah Ove itu kucing cuma duduk doang.

Setelah melakukan inspeksi rutinnya, Ove biasanya kembali ke rumah dan merencanakan cara bunuh diri paling sempurna. Sampai akhirnya Parvaneh datang, tetangga barunya yang cerewet. Perempuan-asing-hamil begitu Ove memanggilnya.

Mungkin benar yang dikatakan Sonja bahwa semua jalanan menuju pada sesuatu yang sudah ditakdirkan untukmu. Bagi Sonja takdir adalah 'sesuatu', tapi bagi Ove takdir adalah 'seseorang'.

Bersama ‘seseorang’ tetangga barunya, dimulailah hari-hari baru yang terasa ganjil bagi Ove, yang membuatnya tambah menggerutu. "Aku hanya ingin bunuh diri dengan tenang" ujarnya.

Novel ini terdiri dari bab-bab. Ada 39 bab if Im not mistaken 😁, maklum shay lupa-lupa ingat. Setiap bab-nya kita disajikan pengalaman Ove dan orang-orang disekelilingnya. Membaca novel ini, mengingatkan saya sama kakek di film Up. Ada tuh, kakek judes sama bocah pramuka nan gemoy. 

Okay, rekomendasi terakhir nih.


In the Midst of Winter, Isabel Allende

Dari sedikit novel hisfic yang saya baca, saya paling suka tulisan mba Isabel Allende ini (kayaknya setiap penulis gue panggil mba atau om deh 😂). Mba Isabel ini merupakan seorang penulis dari Chili, dan novelnya yang berjudul Di Tengah Musim Dingin ini, sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. In the Midst of Winter bercerita tentang bagaimana kehidupan orang-orang Amerika Latin yang jauh dari kata damai pasca perang dunia II. Dari buku ini saya tahu bahwa Guatemala penduduknya banyak berwajah Asia. Setelah saya baca lebih lanjut ternyata ras Mongoloid banyak juga tersebar di Amerika Utara dan Selatan.

Novel ini bercerita tentang konflik-konflik negara Amerika Latin. Tentang Lucia dan konflik negaranya Chili, tentang Evelyn penduduk asli Guatemala yang melarikan diri ke US demi janji kehidupan yang lebih baik. Frustasinya menjadi imigran gelap dan hidup dalam negara dengan konflik internal  terasa banget disini. Pengalaman bagaimana pelarian Evelyn sebagai imigran gelap melewati perbatasan membuat kita ikutan dag dig dug. Kemudian tokoh Richard yang menjalani hidup membosankan karena satu dan lain hal di masa lalu.

Alur cerita maju mundur namun, setiap bab diberi keterangan tahun dan tempat kejadian jadi, kita enggak perlu nebak ini masa kini atau masa lampau. Setiap tokoh mempunyai kisah masing-masing yang unik. Beneran novel ini bagus banget. Kecelakaan kecil di tengah musim dingin yang ekstrim di Brooklyn, mengikat Richard, Lucia, dan Evelyn bagai benang takdir. Pada akhirnya mereka melakukan petualangan yang tidak biasa, yang membuat orang teratur macam Richard menggerutu bukan main.

Well, itulah rekomendasi novel yang bagus dibaca versi saya, nanti kalau saya jumpa lagi dan kalau ada waktu dan kesempatan akan saya tulis lagi deh (enggak janji 😂). Bulan ini minat baca saya lagi nggak bagus amat, enggak seperti bulan lalu saya bisa membaca 15 buku dengan happy, se-happy Indah Permatasari. Baiklah, sekian rekomendasi buku dari saya guys, kalau kamu juga punya list buku yang bagus untuk dibaca, ayuk share di kolom komentar, siapa tahu saya juga tertarik dan suka. See you!
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Pict from Pinterest


Well, tentu saja ini bukan Marh recap, ini hanya random post part entah berantah. Tadi pagi, saya nangis nyesek. Bukan karena patah hati, tapi karena habis baca novel yang saya nggak expect bakal sad ending. All The Bright Places, novel young adult oleh Jennifer Niven. Perkataan Thedore Finch sesuatu banget soal kematian.

Sekaii lagi, ini cuman postingan random, jadi saya nggak bakal bahas novelnya. Enggak tahu kenapa, belakangan saya merasa nggak mau mencapai apa-apa dalam hidup. Tidak soal karir yang seharusnya diperjuangkan oleh sebagian orang yang umurnya setara dengan saya. Tidak soal cinta, sampai sekarang kayaknya nggak pernah ada yang membuat saya benar-benar jatuh cinta. Menikah apalagi, ini adalah hal yang saya taruh di rak paling bawah. Nggak tahu kenapa tahun ini anyep banget haha. Tapi masih terlalu awal buat nge-judge the cover ya.

Saya sempat bertanya-tanya salah nggak ya saya nggak punya ambisi di usia darah muda, ngomongin soal mimpi saya sudah tidak tertarik lagi. Saya sudah berhenti membuat to-do list malah pada pertengahan 2022 lalu.

Lalu sempat juga alam bawah sadar saya nyeletuk “Alaaah, lu terlalu malas aja kali”. Itu bener banget, hehe, nggak dong. Saya beneran nggak tahu jawabannya apa. Haruskah setiap kita memperjuangkan mimpi? Apakah orang middle 20an yang belum mempunyai prestasi membanggakan dikategorikan sebagai manusia gagal? Meskl saya tidak terlalu peduli, takutnya ibu saya peduli.

Belakangan yang saya lakukan nggak jauh-jauh dari baca buku, baca webtoon, nangis atau ketawa nggak jelas kalau jumpa genre yang sedih atau komedi. Beberapa teman lama pernah bilang kalau seharusnya saya nggak ngelakuin hal begitu lagi di umur segini. Seharusnya saya sudah download dating app atau ikutan program ta’aruf, then I just like who’s the fuck gonna care? Teman-teman lama memang suka memaksakan standard-nya dengan dalih “hanya saran.” Tidak semua sih, tapi ada aja.

Entahlah, apakah saya harus ambisius lagi seperti dulu? Tabungan saya jauuuh banget kalau dibanding dulu, but I think I’m really fine with that. Memang ada sesekali pikiran kepingin kaya dan ambisius dan merasa bersalah dengan diri yang sekarang. Namun, nggak pernah jadi buah pikiran banget. Pernah juga saya berfikir bahwa sepertinya saya memang banyak malasnya. Dilihat dari hobi yang saya lakukan selalu setengah-setengah. Mulai dari blogging, punya account review buku cuman upload 3 biji doang 😅. Iya kali saya terlalu malas, karena saya sepertinya nggak pernah naruh seratus persen terhadap sesuatu yang saya mulai. Blog ini salah satu contoh nyatanya. Atau karena saya terlalu menerapkan prinsip perfectionist di setiap hal yang saya lakuin. Saya terlalu menerapkan banyak list. Atau ini sekedar alasan doang? Haha.

Kedepannya saya akan coba untuk tidak banya alasan lagi, saya akan coba untuk nggak terlalu perfectionist lagi. Mungkin saya harus ambisius lagi sekedarnya. Biar sesuai tenggat yang saya tetapkan. Atau harus nulis to-do list lagi?

Terakhir, saya mau tepuk tangan dulu sebagai apresiasi untuk Sovia si overthinker ini. Selamat Sovia! Kamu masih hidup, sering beli boba, dan masih punya niat untuk memperbaiki diri. Sekarang sudah bulan ke-tiga di tahun 2023. Semangat sebentar lagi lebaran.

 

Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Newer Posts
Older Posts

Blog Archive

  • ►  2025 (6)
    • ►  August 2025 (1)
    • ►  January 2025 (5)
  • ►  2024 (9)
    • ►  November 2024 (3)
    • ►  January 2024 (6)
  • ▼  2023 (13)
    • ►  September 2023 (5)
    • ►  August 2023 (2)
    • ►  July 2023 (2)
    • ▼  March 2023 (2)
      • Mini Review: Nice Books to Read
      • March and Unambitious Me
    • ►  January 2023 (2)
  • ►  2022 (7)
    • ►  December 2022 (4)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  March 2022 (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  December 2021 (2)
    • ►  November 2021 (2)
    • ►  October 2021 (2)
    • ►  September 2021 (1)
    • ►  August 2021 (1)
    • ►  July 2021 (1)
    • ►  April 2021 (1)
  • ►  2020 (32)
    • ►  December 2020 (3)
    • ►  November 2020 (7)
    • ►  October 2020 (4)
    • ►  September 2020 (9)
    • ►  August 2020 (7)
    • ►  July 2020 (1)
    • ►  June 2020 (1)

Created with by ThemeXpose

Edited with by A Dreamer